REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan dunia usaha membutuhkan kepastian terkait kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sebab, ketidakpastian yang lahir akibat maju mundurnya rencana itu telah berdampak pada aktivitas usaha.
"Satu kata kunci terkait kenaikan harga BBM adalah kepastian," tutur Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Raja Sapta Oktohari, dalam diskusi panel di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (3/5).
Hipmi, kata Okto, mengharapkan pemerintah dapat mengomunikasikan kebijakan terkait kenaikan harga BBM dengan baik. Pemerintah jangan mudah menyampaikan sesuatu yang tidak pasti. ''Kalau memang faktanya belum final, jangan disampaikan," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penutupan Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) awal pekan ini menyatakan pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan baru akan diberlakukan setelah dana kompensasi disetujui oleh DPR.
Okto menjelaskan keputusan soal kenaikan harga BBM lebih banyak didominasi aspek politik alih-alih aspek ekonomi. Terkait besaran kenaikan, Okto menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. "Bagi kami besarannya yang masuk akal. Tapi sekali lagi itu tergantung pemerintah," tambahnya.
Menurut Okto, kenaikan harga BBM pada akhirnya bukanlah sesuatu yang krusial. Sebab pada faktanya, di luar daerah, terutama di kawasan timur Indonesia sudah terbiasa menggunakan BBM dengan harga mahal. Oleh karena itu, distribusi BBM harus diatur dengan baik untuk menjamin ketersediaannya.