REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks harga konsumen atau inflasi bulan April 2013 diperkirakan lebih rendah dibandingkan catatan pada tiga bulan terakhir. Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro memperkirakan inflasi April 2013 akan berada sedikit di atas nol persen.
Meskipun demikian, Bambang mengaku masih mengharapkan terjadinya deflasi pada bulan keempat ini. "Kalau mengikuti musimnya kan seharusnya April deflasi. Tapi karena tidak mudah untuk mendadak ke deflasi mungkin perkiraannya mendekati nol persen," tuturnya kepada wartawan saat ditemui di kantor BKF, Kompleks Kemenkeu, Jumat (26/4).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Maret 2013 mencapai 0,63 persen. Sebelumnya pada Februari 2013, inflasi tercatat 0,75 persen dan pada Januari 2013, inflasi sebesar 1,03 persen. Sehingga secara kumulatif, inflasi Januari hingga Maret 2013 tercatat 2,41 persen.
Menurut Bambang, tingkat inflasi April 2013 masih akan didorong oleh hortikultura. "Jadi, faktor-faktor yang kemarin membuat inflasi masih tersisa untuk bulan ini. Karena tidak serta merta harga dapat turun karena impor masuk," ujar Bambang.
Namun dengan adanya panen beras di sejumlah daerah, diharapkan tingkat inflasi dapat ditekan. Penyebab utama inflasi Maret 2013 adalah komoditas hortikultura.
BPS mencatat bawang merah menyumbang 0,44 persen, disusul bawang putih dengan 0,2 persen dan cabai rawit yang berandil 0,05 persen. "Tapi intinya sesudah April-Mei ini, kesempatan kita untuk deflasi sudah agak sulit," kata Bambang.
Ekonom Bank Danamon Anton Hendranata memperkirakan deflasi dapat terjadi pada April 2013. Meskipun demikian, Anton menyebut besarannya tidak akan besar. "Maksimal minus 0,1 persen," ujarnya.
Menurut Anton, kuncinya adalah bawang merah maupun bawang putih. Kalau harga rata-ratanya di pasaran turun, misalnya sekitar 10 persen, deflasi dimungkinkan. Namun jika inflasi, angkanya diprediksi akan lebih rendah dibandingkan Maret 2013.