REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran barang palsu dan ilegal di Indonesia capai Rp 43 triliun pada 2010. Pernyataan itu diucapkan wakil menteri perdagangan Indonesia (Wamendag), Bayu Krisnamurthi, Selasa (23/4).
Dia menjelaskan, nilai nominal Rp 43 triliun merupakan hasil penelitian dari Universitas Indonesia (UI) pada 2010. “Sekarang jumlahnya sedikit lebih besar sesuai perkembangan ekonomi Indonesia,” ujarnya kepada wartawan. Dikatakan Bayu, konsentrasi peredaran barang palsu dan ilegal paling banyak di bidang elektronik, alat rumah tangga, dan suku cadang.
Menurutnya, faktor terbesar adalah perdaran barang palsu dan ilegal karena harga barang palsu dan ilegal yang lebih murah dibandingkan barang asli. “Tapi, lanjutnya, pertumbuhan peredaran barang palsu dan ilegal tidak secepat dulu,” tutur Bayu.
Bayu mengeklaim, melambatnya peredaran barang-barang itu karena penegakan hukum oleh kementerian perdagangan (kemendag) Indonesia dan kementerian hukum dan HAM, dan masyarakat yang lebih peduli. “Sampai tahun 2012, Kemendag sudah menangkap 762 pelanggaran barang beredar, diantaranya berkaitan dengan barang palsu,” ucap dia.
Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi mengatakan, fakta peredaran barang palsu dan ilegal mengingatkan masalah Indonesia. Dia menegaskan masalah itu merugikan Indonesia. “Indonesia harus melindungi industri dalam negeri,” ujar dia. Bahkan, lanjutnya, yang dilindungi tidak hanya untuk dalam negeri saja, tapi juga barang ekspor.