REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan impor bahan bakar minyak (BBM) akan terus tinggi selama 2013 ini. Meski pemerintah menerapkan kebijakan dua harga BBM bersubsidi, yakni harga BBM untuk mobil dinaikkan, impor tetap tak bisa ditekan.
"Tidak bisa," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo saat menjawab Republika, Selasa (23/4). "Impor BBM pasti naik terus,".
Menurutnya, ini terjadi akibat peningkatan perekonomian yang menstimulus pertumbuhan masyarakat kelas menegah. Hal itu, terbukti meningkatkan jumlah pemilik kendaraan dari tahun ke tahun.
Lagipula, kendaraan yang diproduksi kini sebagian besar masih menggunakan BBM. Kalaupun hendak menggunakan gas, pemerintah masih membutuhkan waktu untuk melakukan konversi.
Namun sayangnya ia enggan menuturkan berapa kenaikan impor tahun ini. Tapi, di bulan April ini saja, impor BBM itu per harinya mencapai 385 ribu barel per hari atau sebesar 77 juta dolar AS.
"Per barel kita beli dengan harga 200 dolar AS," katanya. Bila ini kebutuhan per hari ini dikalikan dengan harga ini, maka dalam setahun, pemerintah akan mengeluarkan setidaknya 28 miliar dolar AS untuk pembelian BBM.
Bila harga minyak dunia naik, tentu saja pemerintah harus mengeluarkan kocek lebih. Bisa saja dana yang dikeluarkan mencapai 29 miliar dolar AS.
Hal senada juga dikatakan Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Ali Mundakir. Opsi dua harga BBM bersubsidi tak akan berdampak pada penurunan impor.
"Impor tetap, hanya ada saving saja secara rupiah," katanya. Sayangnya, ia enggan menuturkan berapa nilai penghematan karena pemerintah belum menentukan kapan dan berapa besaran harga kenaikan BBM bersubsidi untuk mobil secara pasti.
Dalam sebulan, Pertamina menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk mengimpor BBM sebesar sembilan hingga 11 juta bph. Namun range ini tak pasti, tergantung besarnya ongkos produksi.
Bila ongkos produksi kilang lebih rendah dari impor BBM, maka Pertamina akan memproduksi BBM sendiri. Namun jika sebaliknya terjadinya, impor dipastikan dilakukan.
Pengamat migas dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan kenaikan harga BBM pada mobil pribadi mungkin bisa menyelamatkan APBN. "Tapi bukan neraca perdagangan," ujarnya.
Pasalnya, meski harga naik volume BBM bersubsidi yang dibutuhkanrelatif sama. Kecuali bila kebijakan ini paralel dengan penambahan kilang BBM dan diversifikasi energi.
Sebelumnya, impor BBM yang tinggi telah membuat neraca perdagangan RI negatif. Selama 2012 misalnya, impor minyak tercatat sebesar 42,56 miliar dolar AS, dengan komposisi minyak mentah sebesar 10,8 miliar dolar AS, BBM 28,68 miliar dolar AS, dan gas 3,08 miliar dolar AS.
Di Januari hingga Februari ini neraca perdagangan juga tetap negatif. Dari Januari hingga Februari misalnya, impor migas mencatat 7,61 miliar dolar AS dengan komposisi minyak mentah 2,01 miliar dolar AS, BBM 5,07 miliar dolar AS, dan gas 526,2 juta dolar AS.