Kamis 18 Apr 2013 17:45 WIB

Ekonom: Rekor IHSG Dipengaruhi Faktor Eksternal

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati keberhasilan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus level psikologis 5.000 poin tak lepas dari pengaruh faktor eksternal yang dominan. Indonesia di mata investor, merupakan tempat yang relatif aman dalam berinvestasi.

"Artinya, prospek keuntungan masih relatif pasti," tutur Enny kepada ROL, Kamis (18/4).

Ia menggambarkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara yang juga prospektif untuk berinvestasi seperti Cina mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Cina telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi ke titik 7,5 persen dari realisasi 2012 yang mencapai 7,8 persen.

Sementara Indonesia, walaupun memiliki pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari Cina, masih memiliki potensi untuk tetap mempertahankan pertumbuhan di atas enam persen. 

Faktor berikutnya, kata Enny, adalah potensi bubble untuk jangka pendek di Tanah Air relatif tidak ada. Hal ini ditandai oleh peningkatan kapasitas pada industri, properti maupun perdagangan.  IHSG telah menembus level psikologis 5.000 poin. 

Pada penutupan perdagangan sesi I, Kamis (18/4), IHSG mengalami kenaikan 1,768 poin atau 0,04 persen ke level 5.000,421 poin dibandingkan penutupan sehari sebelumnya.

Senada dengan Enny, Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih menjelaskan keberhasilan tersebut disebabkan oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil. Berbeda dengan sejumlah negara, IMF masih mempertahankan pertumbuhan ekonomi Indonesia di titik 6,3 persen.

"Itu juga membantu sentimen positif di pasar.  Sebab, kekuatan domestik relatif besar untuk mendorong perekonomian," kata Lana. 

Terkait gonjang-gonjang penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Lana menyebut investor memandang kebijakan untuk mengurangi subsidi perlu dilakukan. Harapannya tentu agar impor minyak menurun dan tekanan terhadap neraca transaksi berjalan dapat tereduksi. 

Selain itu, defisit anggaran pun diharapkan turun, walaupun Lana memprediksi penurunannya tidak akan signifikan. Kemudian dari sisi anggaran, Lana mengatakan ada sejumlah anggaran yang dihemat.  "Ini dipandang positif oleh investor lokal dan asing."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement