Kamis 18 Apr 2013 17:04 WIB

Kuota BBM Tetap Akan Jebol

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Nidia Zuraya
Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, ilustrasi
Foto: Pandega/Republika
Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak akan menjamin konsumsi BBM ini bisa ditekan. Menurutnya kemungkinan kuota jebol masih akan ada.

"Kalau manfaatnya terhadap fiskal memang langsung ada karena subsidi berkurang, misalnya menjadi Rp 2 ribu," tegasnya saat ditemui ROL, Kamis (18/4). Tapi, jelasnya, bila dihubungkan dengan mengurangi konsumsi BBM bersubsidi di masyarakat, hal ini tak akan menjamin.

Meski menilai aturan ini paling gampang direalisasikan dibanding opsi pengendalian, pengawasan dengan teknologi informasi wajib dibutuhkan. Bisa saja, angkutan umum atau motor malah mengkonsumsi bahan bakar ini berulang-ulang secara terus menerus sehingga menyebabkan over kuota.

"Ini hanya upaya jangka pendek," katanya. Ia menuturkan menaikkan harga tetap menjadi langkah utama yang signifikan.

Soal penghematan fiskal-pun, iaberpendapat belum tentu pemerintah bisa menghemat Rp 21 triliun dengan kebijakan dua harga ini. Malah, mungkin saja tak sebesar perhitungan pemerintah.

Pasalnya, ada asumsi APBN lain yang bergerak terus seperti harga minyak mentah indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang di atas realisasi. Belum lagi penurunan lifting (produksi minyak siap jual) yang bakal terjadi, dari target semula 900 barel minyak per hari (bopd) menjadi 830 bopd.

"Pada akhirnya, ini akan terus menambah defisit," jelasnya lagi. Sehingga penghematan yang dipatok sebesar  Rp 21 triliun  hanya akan habis untuk mengkompensasi defiasi APBN.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Rofi' Munawar menilai dua harga untuk produk BBM bersubsidi sulit diimplementasikan. Kebijakan BBM ini membingungkan dan sulit dalam implementasi di lapangan.

 

Bahkan, ia menyinyalir  ini berpotensi memperbesar penyimpangan dan gejolak di tengah masyarakat. "Kemudian realisasi teknis akan sangat menyulitkan bagi konsumen saat tidak menemukan SPBU yang sesuai dengan jenis kendaraanya," ujarnya.

Pada akhirnya, dua harga hanya mempengaruhi kenaikan beragam komoditas pokok masyarakat, walaupun harga BBM kendaraan plat kuning dan  motor tidak naik. “Pemerintah seringkali menggiring masyakat pada wacana dan rasionalisasi kenaikan BBM karena beban subsidi yang berat, padahal beban itu timbul akibat kinerja pengelolaan BBM saat ini yang tidak dilakukan dengan baik,” jelasnya.

                      

Pemerintah berencana menaikkan harga premium dan solar hanya untuk mobil pribadi dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per liter. Sedangkan premium dan solar untuk pengguna motor dan kendaraan umum masih dipatok sebesar Rp 4.500 per liter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement