Jumat 12 Apr 2013 11:56 WIB

BPRS Harapkan Insentif Pembiayaan Sektor Produktif

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
BPRS, ilustrasi
BPRS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengimbau sudah saatnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) fokus pada pembiayaan produktif. Pasalnya sektor produktif mampu menggerakkan sektor lain, seperti pasar akan makin bergairah dan penyerapan tenaga kerja juga meningkat. Selain itu, prinsip-prinsip perbankan syariah seperti Mudharabah, Murabahah,  Ijarah, Rahn dan lainnya merupakan bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Menanggapi hal itu Direktur Utama BPRS Rif'atul Ummah, Betty Royani mengatakan hingga Desember 2012, 70 persen dari portofolio pembiayaan disalurkan pada pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sementara 30 persennya disalurkan ke pembiayaan konsumtif.

Dari sisi optimalisasi pembiayaan, pembiayaan produktif lebih menghasilkan lebih banyak pendapatan dibanding sektor konsumtif. "Keberlanjutan hubungan kerjasama yang cenderung lama, membuat mitra biasanya menambah plafon untuk pengembangan usaha," ucap Betty saat dihubungi ROL, Jumat (12/4).

BPRS Rif'atul Ummah terus menjalin silaturahim dengan nasabah loyal demi panjangnya umur hubungan kerja sama. Harga yang kompetitif dan kualitas pelayanan akan terus ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

Direktur BPRS Artha Karimah Irsyadi, Mahrus Junaidi, berharap ada semacam insentif bagi bank yang fokus pada pembiayaan sektor produktif. Pasalnya sektor tersebut mudah terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro.

"Insentif yang dimaksud adalah kemudahan bagi BPRS untuk mengakses dana program dari departemen atau BUMN," katanya. Mahrus berujar selama ini BPRS lebih mudah memperoleh dana linkage dari bank umum syariah yang tentunya pricing-nya menjadi mahal.

Menurutnya sama saja manfaat bagi BPRS menyalurkan ke sektor produktif maupun konsumtif. "Asal dilakukan dengan prinsip kehati-hatian," ujar Mahrus.

Sementara itu, BPRS Harta Insan Karimah (HIK) sangat mendukung tekad BI mendorong bank syariah melakukan pembiayaan ke sektor produktif. Direktur Bisnis HIK, Alfi Wijaya, mengatakan hal tersebut sesuai substansi keberadaan bank syariah untuk menggerakkan sektor riil.

BPRS HIK sejak dulu sudah mulai melayani pembiayaan produktif. "Pembiayaan produktif kami lebih banyak dari pembiayaan konsumtif," ucap Alfi. Total pembiayaan produktif per Desember 2012 sebesar Rp 267 miliar atau 99,52 persen dari total pembiayaan Rp 268,3 miliar. Sementara itu data pembiayaan produktif industri BPRS per Desember 2012 sebesar Rp 1,83 triliun atau 64,74 persen dari total pembiayaan Rp 3,55 triliun.

Dalam menyalurkan pembiayaan produktif, BPRS HIK masih menemukan kendala, terutama dari aspek nasabah. "Analisa bisnis terhadap nasabah lebih sulit di pembiayaan produktif daripada pembiayaan konsumtif," kata Alfi.

Analisa nasabah pembiayaan produktif lebih mendalam karena berkaitan dengan prospek nasabah ke depannya agar terhindar dari pembiayaan bermasalah. Sedangkan untuk konsumtif hanya dinilai dari besarnya gaji nasabah.

Non Performing Financing (NPF) BPRS HIK per Desember 2012 adalah 3,58 persen. Sementara NPF keseluruhan industri BPRS per Desember 2012 yaitu 6,15 persen.

Untuk mengatasi problem tersebut BPRS HIK harus memiliki pekerja yang mampu menganalisa dengan baik. "Kami akan terus meningkatkan kualitas dalam menganalisa, memutuskan, dan melayani nasabah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement