REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan aset Bank Syariah Mandiri (BSM) melambat pada 2012. Hal itu disebabkan karena BSM menggunakan sistem Teknologi dan Informasi (TI) baru. Sebelumnya, BSM mengimplementasikan core banking Sigma, tetapi sejak Februari 2012 BSM menggunakan T24.
Direktur Utama BSM, Yuslam Fauzi, mengatakan jika suatu perusahaan mengubah core banking-nya, maka seluruh pihak mulai dari direksi hingga kantor kas sibuk mempelajarinya.
"Itu membuat fokus kami terbelah antara mengejar bisnis dan belajar sistem baru," ucapnya saat jumpa pers di Kantor BSM, Jakarta, Kamis (11/4).
Meski begitu, proses perpindahan berjalan baik dan ditargetkan tahun ini selesai. Yuslam menduga perubahan cara kerja BSM, khususnya di bidang proses pembiayaan 2012 turut menyebabkan pertumbuhan aset melamban.
Saat ini BSM menggunakan prinsip empat mata (four eyes) dalam proses pembiayaan. Dulu, proses pembiayaan hanya dilakukan dari bawah ke atas sesuai limit, namun sekarang diawasi 'empat mata.
Artinya, tidak hanya pihak bisnis yang mengawasi proses pembiayaan, tapi pihak manajemen risiko juga ikut memutuskan apakah pembiayaan layak diberikan atau tidak.
"Harusnya kami tidak melakukan itu (perubahan core banking) dan proses pembiayaan secara berbarengan," kata Yuslam.
Di 2013 BSM optimis pembiayaan dapat kembali melejit. Pihaknya akan terus melakukan pembiayaan dengan ekstra hati-hati namun tetap efisien. Misalnya dalam pembiayaan gadai emas saat ini sesuai aturan Bank Indonesia, BSM hanya memberi pembiayaan maksimal Rp 250 juta.
Per 31 Desember 2012, BSM mencatatkan laba bersih Rp 806 miliar. Laba tersebut naik 46,28 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 551 miliar. Penyumbang terbesar terhadap kenaikan laba bersih adalah pendapatan margin dan bagi hasil serta efisiensi biaya.
Pendapatan margin dan bagi hasil BSM Desember 2012 Rp 4,68 triliun atau naik 24,14 persen dibanding 2011 Rp 3,77 triliun. Pendapatan margin dan bagi hasil tersebut bersumber dari pembiayaan BSM sepanjang 2012 Rp 44,76 triliun, naik 21,86 persen dibanding 2011 Rp 36,73 triliun.