Kamis 11 Apr 2013 14:30 WIB

Kemenkeu: Bensin RON 90 Tak Efektif Tekan Konsumsi BBM

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Nidia Zuraya
Petugas SPBU mengisikan BBM subsidi.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas SPBU mengisikan BBM subsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menegaskan bahan bakar minyak (BBM) dengan RON 90 tak akan efektif untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi. Masalahnya, meski BBM campuran Premium dan Pertamax itu diluncurkan ke pasaran, konsumsi masyarakat akan premium dan solar diprediksi tetap meningkat.

Pasalnya, belum ada kebijakan yang melarang seluruh kendaraan pribadi menggunakan premiun."Nggak akan drastis," kata Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui penyerahan Amandemen Energy Sales Contract (ESC)/ Joint Operating Contract (JOC) PLTP Sarulla, Kamis (11/4). 

Lagipula, pembuatan RON 90 tak akan membuat subsidi berkurang. Karena BBM ini, juga tetap akan dijual di bawah harga pasar. "RON 90 kan tetap disubsidi, walau cuma lebih kecil," jelasnya.

Berdasarkan data Pertamina, penjuaan RON 90 disinyalir mampu menekan subsidi dibanding Premium atau RON 88. Pasalnya dengan harga keekonomian Rp 8.564 dan harga jual setelah subsidi Rp 7.500, pemerintah hanya perlu membayar biaya subsidi per liter sebesar Rp 2.500, setelah ditambah pajak Rp 978, ke Pertamina.

Ini jauh lebih rendah dibanding premium. Dengan harga keekonomian premium yang juga sebesar Rp 8.460 dan harga jual sebesar Rp 4.500, maka subsidi yang harus ditanggung pemerintah tiap liter sebesar Rp 4.547, setelah ditambah pajak Rp 587, ke Pertamina.

Artinya akan ada penghematan sebesar Rp 2.505 per liter. Pertamina percaya jika mampu menjual lima juta kiloliter (KL) dalam setahun, maka penghematannya Rp 12,5 triliun.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menegaskan belum memutuskan apakah RON 90 akan dipakai sebagai alat menekan konsumsi BBM. "Kan belum diputuskan," tegasnya.

Namun menurutnya apapun kebijakannya, pemerintah akan mengeluarkan payung hukum. Sehingga kebijakan bisa optimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement