Senin 01 Apr 2013 21:57 WIB

'Abenomics' Selamatkan Ekonomi Jepang

Rep: Friska Yolandha/ Red: Djibril Muhammad
PM Jepang Shinzo Abe
Foto: Reuters
PM Jepang Shinzo Abe

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sebuah survei Bank Sentral menunjukkan sentimen bisnis Jepang mengalami perbaikan dalam tiga bulan terakhir. Hal ini terjadi setelah Perdana Menteri Shinzo Abe membuat kebijakan moneter dan fiskal yang melemahkan yen dan mendorong harga saham.

Survei tersebut muncul menjelang pertemuan Bank of Japan (BOJ) di bawah gubernur bank sentral yang baru, Haruhiko Kuroda, pekan ini. Pertemuan tersebut diatur untuk memperluas stimulus moneter dan berbagai perbaikan kerangka kebijakan.

Kinerja perusahaan manufaktur telah membaik setelah mengalami kerusakan selama dua kuartal berturut-turut. Mereka meyakini kondisi bisnis ini akan meningkat dalam tiga bulan ke depan dan menaikkan indeks dari minus 8 ke minus 1. 

Hal ini menandakan prospek negara ekonomi ketiga terbesar di dunia ini kembali membaik. "Hasilnya mencerminkan ekspektasi perusahaan, yaitu pelemahan yen dan kebijakan pemerintah memberikan dampak positif pada ekonomi negara," ujar ekonom senior di Mutsubishi UFJ Morgan Stanley Securities, Tatsushi Shikano, seperti dilansir laman Reuters, Senin (1/4).

Laporan tersebut menggarisbawahi pandangan ekonomi Jepang akan memantul kembali secara bertahap dari resesi tahun lalu menuju pemulihan moderat. Sebagian besar didorong kenaikan permintaan global.

Penyelamatan ekonomi ini berkat kebijakan perdana menteri yang dijuluki 'Abenomics'. Kebijakan tersebut menawarkan bantuan untuk meningkatkan ekspor melalui pelemahan yen dan penguatan harga saham.

Produsen besar memperkirakan harga dolar berada di level 85,22 yen, naik dari perkiraan sebelumnya yang hanya 80,56 yen. Namun nilai ini masih jauh lebih rendah bila dibandingkan nilai dolar terhadap yen saat ini, yaitu 94 yen.

Dengan kebijakan yang saat ini dijalankan, analis menilai Jepang akan mampu naik dari jurang resesi. "Ekonomi Jepang diperkirakan tumbuh 1 persen dan akan mencapai 2,2 persen di tahun fiskal selanjutnya," ujar Shikano.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement