REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Lembaga Ernst and Young melaporkan aset perbankan syariah di negara-negara yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk atau Gulf Cooperation Council (GCC) melambat. Sepanjang 2012 pertumbuhan perbankan syariah di enam negara tersebut hanya sekitar 14 persen.
Per akhir 2012 aset perbankan syariah dan komersial di kawasan tersebut menembus 445 miliar dolar AS atau setara Rp 4.333,41 triliun. Nilai ini naik bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 390 miliar dolar AS atau Rp 3.707,82 triliun.
Pertumbuhan ini dinilai melambat. Pasalnya lima tahun terakhir pertumbuhan aset perbankan syariah di negara-negara GCC selalu di atas 19 persen. "Namun demikian pertumbuhan 2012 masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan aset perbankan syariah yang hanya 8,1 persen," kata Partner di Ernst and Young Global Islamic Banking Center Ashar Nazim, seperti dilansir Gulf Business, Ahad (24/3).
Prospek perbankan syariah di Timur Tengah, khususnya di GCC, akan tetap positif meskipun kualitas pertumbuhan masih di bawah tekanan. Diharapkan lebih banyak perbankan syariah yang mulai melakukan introspeksi model bisnisnya, terutama dalam hal pelayanan dan peningkatan infrastruktur. Kedua hal di atas merupakan kendala global yang dialami perbankan syariah dalam pengembangan bisnisnya.
Qatar merupakan pasar syariah yang pertumbuhannya paling cepat. Aset perbankan syariah di Qatar tumbuh lebih dari 23 persen di sepanjang 2012.
Aset perbankan syariah global di akhir tahun lalu telah menembus 1,55 triliun dolar AS. Dua tahun ke depan diperkirakan akan mencapai 2 triliun dolar apabila pertumbuhannya tetap stabil.
Dibandingkan dengan perbankan konvensional, perbankan syariah berada dalam posisi yang dirugikan dalam hal teknollogi perbankan. Pasalnya semua sistem komputer dan teknologi yang ada dalam perbankan saat ini telah didesain untuk perbankan konvensional. Sedangkan regulasi menuntut perbankan syariah menerapkan sistem teknologi yang serupa dan terstadardisasi. Hal ini menjadi pemicu pelemahan pertumbuhan aset perbankan syariah, baik di wilayah GCC maupun secara global.
"Ketidakmampuan bank syariah untuk menghasilkan data akurat harus menjadi perhatian serius bagi manajemen, dewan, serta regulator," ujar Nazim.
Pencarian dan analisis data masih menggunakan cara yang sangat sederhana. Informasi yang tersedia belum diterjemahkan ke dalam keunggulan yang kompetitif.