Kamis 21 Mar 2013 07:26 WIB

Ekonom: Hengkangnya 90 Perusahaan dari DKI Berdampak Positif

Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kanan) menyapa para buruh yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota, Jakarta, Rabu (24/10). Para buruh menuntut upah layak dan mendesak Pemerintah DKI Jakarta, untuk menghapuskan sistem
Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kanan) menyapa para buruh yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota, Jakarta, Rabu (24/10). Para buruh menuntut upah layak dan mendesak Pemerintah DKI Jakarta, untuk menghapuskan sistem "

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hengkangnya 90 perusahaan dari wilayah DKI Jakarta karena upah minimum provinsi (UMP) yang terlalu tinggi justru dinilai berdampak positif bagi ekonomi Indonesia.

Ekonom pada Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak berpendapat, hengkangnya ke-90 perusahaan dari DKI akibat tingginya UMP di ibu kota akan berdampak positif bagi bagi daerah-daerah di luar DKI, bahkan termasuk Jakarta.

'' Ya, memang ada dampak PHK tetapi itu hanya fenomena jangka pendek. Justru kita harus melihat dampak positif jangka panjangnya bagi keseimbangan ekonomi,'' ujar Dhanil kepada Republika Online, Kamis (21/3).

Menurut dia, UMP DKI Jakarta yang mencapai Rp 2,2 juta sudah cukup rasional karena pararel dengan biaya hidup yang juga tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.

Dengan standar upah seperti itu, kata Dahnil, maka perusahaan-perusahaan yang tidak efisien dan tidak kompetitif akan memilih hengkang. ''Tetapi dalam jangka panjang pasti akan ada perusahaan lain yang lebih efisien masuk, dengan standar UMP yang tinggi itu tentunya.''

Sehingga, kata dia, perbaikan kualitas kinerja ekonomi di DKI justru akan semakin positif.

Dahnil menambahkan dengan UMP tinggi dan banyaknya perusahaan yang  memilih hengkang dari DKI, maka perusahan tersebut akan mencari daerah yang UMP-nya tidak setinggi DKI.

''Investor-investor baru justru tidak akan selalu melirik DKI, tetapi daerah-daerah lain yang lebih ekonomis dalam hal biaya buruh, sehingga bisa membantu kesenjangan direct investment di Indonesia,'' papar Dahnil.

Menurut dia, akan lebih baik, apabila  pilihan-pilihan investor baru tertuju kepada daerah-daerah yang UMP-nya relatif lebih murah, seperti Kalimanta, Sulawesi, dan Sumatra.

''Jadi, jangan sekadar melihat efek jangka pendeknya, tapi tengoklah efek jangka panjangnya yang justru positif.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement