Selasa 19 Mar 2013 20:35 WIB

Pemerintah Galakkan Penggunaan Produk Dalam Negeri

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan produk dalam negeri terus digalakkan. Sekretaris Jenderal Kementrian Perindustrian, Anshari Bukhari mengatakan penggunaan produk dalam negeri sebagai sebagai salah satu cara untuk mendukung daya saing produk Indonesia terutama menjelang Asean Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang.

"Ada keinginan bagaimana aturan pengadaan barang dan jasa bisa mencakup lebih luas. Kalau selama ini instansi pemerintahan, sekarang ke BUMN," ujar Anshari, Selasa (19/3).

Ia mengatakan, pemerintah kini memiliki pekerjaan rumah lebih banyak untuk menyosialisasikan penggunaan produk dalam negeri lebih banyak kepada pengusaha dan masyarakat.

Ia mewanti-wanti jangan sampai Indonesia tertinggal dengan Malaysia yang telah mengimplementasikan 'buy Malaysian' yang kampanyenya dimulai sejak 2010.

Penggunaan belanja pemerintah menurut Anshari sebagai salah satu cara untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Pemerintah memberikan preverensi harga 15 persen bagi industri yang menggunakan komponen dalam negeri lebih dari 50 persen.

Hal ini, kata dia, menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia terutama menjelang era pasar tunggal Asean.

Anshari mengatakan penggunaan kandungan produk dalam negeri yang berujung pada preferensi harga menjadi instrumen untuk mendukung industri dalam negeri.

Pasalnya, jelang AEC, instrumen tarif sudah tidak bisa memungkinkan untuk mencegah masuknya barang-barang impor. "Preferensi minimal 15 persen itu sudah bisa bersaing," katanya.

Ia mengatakan masa depan daya saing industri nasional perlu diwaspadai. Sektor industri, kata dia semakin tertantang terutama menghadapi barang impor setelah diberlakukannya berbagai kerjasama FTA. Banyaknya FTA, kata dia membuat pemerintah lebih berhati-hati mengambil langkah penguatan industri nasional.

Kekhawatiran ini menurut dia cukup realistis mengingat pada 2011, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan berbagai negara khususnya Jepang, Cina, Thailand dan Korea Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement