REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pemetaan (mapping) industri keuangan, bank dan non bank. Pemetaan tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadi konglomerasi usaha di sektor keuangan bank dan non bank.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank II OJK, Dumoly Freddy Pardede, mengatakan pemetaan untuk sektor keuangan berbentuk bank sudah selesai. Namun, pemetaan tersebut baru sebatas per sektoral, belum sampai ke tahap strategis. Berikutnya OJK masih terus memetakan lembaga keuangan non bank.
"Konglomerasi diindustri ini menyebabkan sistem keuangan terganggu," kata Dumoly dalam diskusi di Jakarta, Kamis (14/3). Pemetaan per sektoral yang dimaksud misalnya dalam pengawasan pelaku dana pensiun. OJK akan mengawasi sektor keuangan, program, dan tata kelolanya. Kedua, asuransi. OJK akan mengawasi sektor keuangan, program, tata kelola, dan produk asuransi itu sendiri.
Ketiga, leasing. OJK mengawasi ketaatan terhadap aturan pembayaran uang muka (LTV) baik untuk kendaraan maupun perumahan, fidusia, dan perlindungan konsumen. Baru saja selesai melakukan pemetaan, kata Dumoly, OJK setidaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap lima hingga 10 pelaku asuransi. Mereka terindikasi belum memenuhi persyaratan modal minimum industri asuransi, yaitu Rp 70 miliar per 2012.
Sepanjang 2012, OJK mengestimasi pendapatan premi dari industri perasuransian menembus Rp 86 triliun. Angka ini 64 persen di antaranya atau sekitar Rp 73,622 triliun berasal dari asuransi jiwa. Berikutnya 25 persen atau sekitar Rp 23,776 triliun berasal dari asuransi umum. Kinerja perusahaan perasuransian sepanjang 2012 diperkirakan bertumbuh 25,7 persen.
Penetrasi industri dana pensiun juga terus bertumbuh. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhannya rata-rata 0,15 persen per tahun. Estimasinya adalah jumlah penduduk Indonesia mencapai 241 juta jiwa dan iuran rata-rata yang terkumpulkan berkisar sembilan triliun rupiah per tahun.
Data lembaga pembiayaan per akhir 2012 menunjukkan laba bersih perusahaan pembiayaan mencapai Rp 12,159 triliun. Laba bersih perusahaan modal ventura mencapai Rp 563 miliar, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur mencapai Rp 118 miliar. Industri perusahaan pembiayaan, kata Dumoly, masih didominasi oleh 58 perusahaan pembiayaan atau 29 persen dari total pelaku industri, yaitu 200 perusahaan pembiayaan.
"Perusahaan pembiayaan yang menguasai industri ini secara umum terafiliasi dengan bank atau perusahaan otomotif," kata Dumoly. Sedangkan sisanya 142 perusahaan pembiayaan hanya menguasai aset industri 11 persen. Aset industry keuangan yang begitu besar, menurutnya, perlu diantisipasi agar terhindar dari praktik-praktik konglomerasi.