REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Bank Dunia meramalkan bakal terjadi gangguan jangka panjang bagi perekonomian Palestina. Tekanan fiskal di Palestina memburuk terhitung tahun ini.
Menurut laporan Bank Dunia, konflik di Palestina yang tidak kunjung berhenti sebagai salah satu pemicu. Pasalnya, konflik tersebut telah menghabiskan banyak biaya dan waktu untuk memperbaiki perekonomian Palestina.
Aktivitas perekonomian Palestina menurun secara signifikan pada tahun lalu. Penurunan tersebut mencerminkan salah satunya akibat pembatasan yang dilakukan Israel dan kurangnya stimulus dari bantuan internasional.
Penelitian juga menunjukkan perekonomian Palestina di ambang bahaya karena kehilangan kemampuan bersaing di pasar global. Sejak akhir 1900-an kemampuan negara itu untuk mengekspor barang dan jasa pun terus turun.
Sektor pertanian dan manufaktur menjadi faktor kunci yang menyumbang penurunan tersebut. Ekspor Palestina jatuh dari sekitar 10 persen pada 1996 menjadi tujuh persen pada 2011, menjadikannya salah satu yang terendah di dunia.
Sejak pertengahan 1990-an, sektor manufaktur tumbuh stagnan. Begitu juga dengan produktivitas sektor pertanian.
Palestina bergantung sebagian besar pada impor makanan untuk memenuhi kebutuhannya. Angka pengangguran juga menyumbang dampak negatif.
"Banyak warga usia produktif tidak memiliki kesempatan mengembangkan kemampuan kerja," tulis laporan itu seperti dilansir laman AFP, Selasa (12/3).
Bank Dunia memperkirakan 870 juta dolar AS diperlukan untuk memperbaiki pengolahan air bersih dan air limbah, 430 juta dolar AS untuk tata kota, 200 juta dolar AS untuk sektor kelistrikan dan satu miliar dolar AS bagi sektor jalan di Palestina.