REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan meninggalnya Presiden Venezuela Hugo Chavez bakal membuat harga minyak naik. "Karena dalam jangka pendek dipersepsikan akan menyebabkan ketidakpastian dalam geopolitik migas," ujarnya pada ROL, Kamis (7/3).
Tetapi, apakah kenaikan ini akan berlangsung dalam jangka panjang, sangat bergantung pada bagaimana proses pergantian kekuasaan di Venezuela dilakukan. "Jika terjadi gejolak yang membawa dampak pada kegiatan eksplorasi produksi atau pada perubahan kebijakan Venezuela dalam pengelolaan dan ekspor migasnya maka tentu akan membuat harga minyak lebih tinggi," jelasnya.
Pasalnya, pasar mempersepsikan akan terjadi gangguan suplai minyak. Tapi jika tidak, lanjut Pri, kebijakan migas yang baru justru lebih mendorong produksi dan eskpor.
Sementara itu, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Ali Mundakir menilai meninggalnya Chavez tak akan begitu berpengaruh banyak pada migas. "Kalau fundamentalnya sih tidak ya," katanya.
Menurutnya mungkin saja kenaikan bisa terjadi sementara karena faktor psikis pasar. Tapi selama produksi masih stabil, tak akan ada pengaruh yang signifikan.
Soal apakah meninggalnya Chavez akan membuat Pertamina bisa masuk lagi ke dalam pembelian blok Petrodelta SA di Venezuela dari perusahaan AS Harvest, ia menuturkan belum berfikir ke arah situ. "Pastinya semua negara yang ada kemungkinan producing field kita akan masuki," tuturnya.
Sebelumnya, akhir Februari lalu, Pemerintah Indonesia menolak proposal pembelian Petrodelta SA di Venezuela. Meningkatnya biaya investasi yang diminta Venezuela hingga dua kali lipat dinilai inefisien.