REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan opsi utama yang harus diambil pemerintah untuk mengatasi tekanan terhadap neraca perdagangan, khususnya neraca minyak dan gas (migas). Demikian disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati saat dihubungi ROL, Senin (4/3).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2013 tercatat 171 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,65 triliun. Defisit neraca perdagangan pada Januari 2013 disebabkan oleh tingginya defisit minyak dan gas (migas) yang tercatat 1,43 miliar dolar AS (Rp 13,8 triliun).
Menurut Enny, rekomendasi menaikkan harga BBM bersubsidi telah berulang kali disampaikan oleh Indef. Alasannya adalah tren konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan terus meningkat dibandingkan BBM nonsubsidi yang tren konsumsinya cenderung stagnan. Hal ini diperparah indikasi kebocoran pada sektor perkebunan, pertambangan hingga aksi penjualan ilegal ke luar negeri.
Selain itu, disparitas harga semakin membuat konsumsi BBM bersubsidi terus tergerogoti. Akibatnya adalah kuota BBM bersubsidi dari tahun ke tahun senantiasa jebol. Sementara di sisi lain, anggaran untuk subsidi BBM pada 2013 diperkirakan akan melebihi Rp 300 triliun. "Sehingga idealnya memang menaikkan harga BBM," tutur Enny.
Lebih lanjut, Enny menyebut pemerintah terlalu khawatir mengambil langkah menaikkan harga BBM bersubsidi dengan alasan 2013 adalah tahun politik. Padahal, jika pemerintah mampu menjelaskan kepada masyarakat alokasi anggaran subsidi BBM akan dialihkan kepada sektor-sektor yang bermanfaat seperti infrastruktur, niscaya masyarakat dapat menerimanya. "Persoalannya pemerintah tidak konsisten," ujarnya.
Sementara ekonom PT Bank Danamon Tbk. Anton Hendranata menyatakan demi keberlangsungan fiskal, sebaiknya harga BBM bersubsidi dinaikkan. "Idealnya begitu agar fiskal kita tidak terganggu. Harusnya dinaikkan secara gradual (bertahap)," tutur Anton.
Meskipun demikian, Anton mengakui situasinya semakin sulit mengingat tensi politik semakin meningkat menjelang pemilihan umum 2014 nanti. Dia juga menyatakan besarnya subsidi yang dialokasikan kepada masyarakat telah terbukti salah sasaran. Sebagian besar yang menikmatinya adalah golongan masyarakat yang berasa dari kalangan kelas menengah.
Menurut Anton, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan, anggaran untuk subsidi BBM akan berkurang sehingga dapat dialokasikan untuk sektor lain. Misalnya infrastruktur yang memiliki multiplier effect yang nyata terhadap roda perekonomian di Tanah Air.
Sebagai gambaran, subsidi BBM pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 mencapai Rp 193,8 triliun. Sementara, realisasi subsidi pada APBN-P 2012 melonjak hingga Rp 211,9 triliun atau lebih tinggi dari target Rp 137,4 triliun.