REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Indonesia belum bisa menikmati gas yang dihasilkan sumur gas di Kabupaten Natuna Kepulauan Riau. Pasalnya, belum ada jaringan pipa gas yang menyalurkan energi itu ke wilayah Indonesia.
"Sampai sekarang pembangunan pipa masih terkendala, sehingga energi Indonesia belum berdaulat," kata Sekretaris Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Riau Muhammad Darwin di Batam, Rabu (27/2).
Saat ini, gas Natuna disalurkan ke Singapura melalui pipa milik West Natuna Transportation System. Rencananya, pipa itu dibuat sambungan di sekitar perairan Pulau Pemping untuk dialirkan melalui pipa lain ke Batam.Selain bersinggungan dengan WTNS, pipa dari Pulau Pemping ke Pulau Batam juga terhubung dengan pipa fiber optic Malaysia dan pipa milik TGI.
Darwin mengatakan pemasangan pipa sulit dilakukan karena WTNS dan pipa-pipa lain yang bersinggungan meminta jaminan 40 juta dolar AS tiap tahun yang dibayar selama pengoperasian.
Menurut dia, biaya jaminan itu sangat memberatkan pengusaha yang hendak membangun pipa. "Kalau sekali bayar masih tidak apa-apa, tapi ini unlimited," kata dia.
Padahal pipa itu sangat dibutuhkan untuk menyalurkan gas ke Batam. Jika sudah sampai Batam, energi bisa disalurkan ke daerah lain di Indonesia, karena sudah ada pipa sambungan sampai ke Pulau Sumatera.
Kepala Bidang Minyak dan Gas Bumi Dinas Pertambangan dan Industri Provinsi Kepulauan Riau, Marzuki, mengatakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menargetkan dapat menjadi lumbung gas nasional. "Gubernur menginginkan Kepri menjadi lumbung gas, mengacu pada ketersediaan gas di Natuna," kata Marzuki.
Marzuki mengatakan produksi gas Natuna mencapai 51,46 triliun kubik. "Itu nomor satu di Indonesia," kata dia.
Ketersediaan gas, lanjut dia, bisa digunakan sebagai energi primer untuk pembangkit listrik. Sayangnya, saat ini pasokan gas untuk Batam dan Kepri masih disalurkan dari Grisik. Sedang yang dari Natuna belum sampai.