REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang aturan pembatasan kepemilikan bank induk atas satu anak usaha berbentuk bank bertujuan positif. Satu bank sebaiknya tak menjadi bank pengendali atas beberapa bank.
"Pengendali bank itu ya satu saja. Ini akan membuat satu bank lebih fokus dalam pengelolaannya," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad di Jakarta, Kamis (21/2).
OJK memahami maksud baik dari aturan tersebut karena sejak awal penyusunannya sudah demikian. Meski di tengah berjalannya aturan ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) kemudian menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang baru bernomor 14/24/PBI/2012.
Revisi aturan tersebut membahas kepemilikan tunggal perbankan Indonesia. Isinya, BI membolehkan tiga alternatif bagi pemegang saham pengendali yang sudah terlanjur memiliki lebih dari satu bank.
Pilihan pertama, bank melakukan merger beberapa banknya. Kedua, bank membentuk perusahaan induk (holding) bidang perbankan. Ketiga, bank bisa membentuk fungsi holding. Khusus opsi ketiga hanya bisa diterapkan oleh pemegang saham pengendali pada bank berbadan hukum Indonesia dan bank pelat merah.
Ketentuan ini berlaku untuk pemegang saham pengendali yang terlanjur memiliki lebih dari satu bank atau yang akan melakukan akuisisi atas satu bank. BI memberi waktu kepada bank yang menjadi pemegang saham pengendali untuk mengajukan rencana dan permohonannya kepada BI. Batas waktunya maksimal tiga bulan sejak PBI diterbitkan 26 Desember 2012. Artinya, bank memiliki waktu hingga akhir Maret 2013.
Tim OJK, kata Muliaman terus bekerja dan mengikuti perkembangan diskusinya. "Sebab masih ada beberapa bab dan isu yang perlu diperdalam," ujar Muliaman.
Aturan baru yang menetapkan seluruh bank nonpemerintah hanya boleh memiliki satu bank itu tak berlaku bagi bank pemerintah (BUMN) yang memiliki fungsi kesejahteraan masyarakat. Bank BUMN masih boleh memiliki lebih dari satu anak usaha berbentuk bank.