REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski sisa cadangan gas di Blok Mahakam hanya 2 triliun kubik feed (TCF) di 2017, ternyata pendapatan kotor Mahakam masih menggiurkan. Bahkan nilainya mencapai 20 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 196 triliun.
Menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas) Rudi Rubiandini dengan mengalikan harga rata-rata gas 10 dolar AS per juta british thermal unit (MMBTU) dengan sisa cadangan dikali 1 miliar AS per MMBTU per TSCF angka tersebut di dapat. "Ya jadi sekitar itu," paparnya pada ROL, Selasa (19/2).
Meski demikian, nilai nominal ini tak bisa dinikmati semua oleh pemerintah. Pasalnya sebanyak 40 persen dari 100 persen pendapatan, harus diberikan ke KKKS sebagai dana pengembalian investasi (//cost recovery//) yang sudah digelontorkan perusahaan.
Maka sisa yang bisa dinikmati pemerintah dan KKKS sebesar Rp 12 miliar. Jika dibagi dengan porsi bagi hasil masing-masing, di mana pemerintah mendapat bagian 70 persen sementara kontraktor 30 persen, maka pemerintah akan mendapat pendapatan bersih 8,4 miliar dolar AS dan 3,6 miliar dolar AS.
Jadi bila pengelolaan Blok Mahakam dilakukan selama 20 tahun, lanjut Rudi, dengan modal yang disediakan mencapai Rp 80 triliun, kontraktor Blok Mahakam bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 36 triliun selama 20 tahun atau sekitar Rp 150 miliar per bulan. Sedangkan pemerintah mendapatkan bagi hasil hingga Rp 84 triliun selama 20 tahun atau sekitar Rp 350 miliar per bulan.
"Karenanya kita mengharapkan hadirnya investor yang berkolaborasi dengan BUMN dan BUMD untuk melakukan tambahan investasi eksplorasi," tambah Rudy.
Masalahnya, tegasnya, ini bisnis yang sangat beresiko dan dapat menghilangkan ratusan triliun rupiah bila tidak berhasil. "Nah bagian ini (kehilangan uang) tidak dimiliki pihak BUMN/BUMD, sehingga masa depan cadangan migas teracam, bila hanya dikelola sendiri," jelasnya lagi.
Untuk bagian pengembangan sebesar Rp 80 triliun bisa saja BUMN dan BUMD meminjam dana dari perbankan, namun di Indonesia risiko tinggi membuat perbankan sulit mengucurkan dana.