REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengenaan cukai hasil tembakau dinilai gagal untuk membatasi konsumsi rokok di kalangan masyarakat.
Ekonom Econit Advisory Group Hendri Saparini saat dihubungi Republika, Senin (18/2), menjelaskan, jika pengenaan cukai bertujuan untuk membatasi konsumsi rokok dan mengurangi beban anggaran kesehatan yang diakibatkan oleh rokok, maka nilai cukai harus ditetapkan setinggi-tingginya.
"Tapi sekarang iklan rokok di mana-mana. Investasi rokok juga masih boleh," ujar Hendri. Dikutip dari Nota Keuangan dan RAPBN 2013, penerimaan cukai mengalami pertumbuhan rata-rata 14,6 persen per tahun sejak 2007 hingga 2011.
Penerimaan cukai didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakau yang memberikan kontribusi rata-rata 96,7 persen.
Tahun ini, cukai hasil tembakau mengalami kenaikan 8,5 persen. Sebagai gambaran, pada APBN-P 2011, penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 73,3 triliun atau 95,1 persen dari target. Sedangkan pada APBN-P 2012, penerimaan mengalami peningkatan menjadi Rp 84,4 triliun atau 96,1 persen dari target.
Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Susiwijono menambahkan, penerimaan cukai Januari 2013 tercatat Rp 8,019 triliun atau 93,3 persen dari target bulanan Bea Cukai.
Untuk 2013, cukai hasil tembakau masih menjadi andalan, walaupun terdapat beberapa hambatan yang berpotensi menghambat realisasi penerimaan.