REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengenaan cukai terhadap telepon seluler dimungkinkan selama tujuannya untuk membatasi konsumsi. Namun, jika dianggap sebagai barang komunikasi, pengenaan cukai terhadap ponsel hendaknya ditangguhkan.
"Artinya pemikirannya harus ke sana," tutur Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady kepada wartawan seusai membuka Kompetisi Ekonomi Kelima di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (18/2).
Edy menuturkan jika ponsel dianggap sebagai barang yang mengganggu kesehatan atau barang mewah, pengenaan cukai dimungkinkan. Namun, jika tidak dianggap sebagai barang mewah, ia menilai pengenaan cukai terhadap ponsel jangan diterapkan.
''Terlebih fungsi ponsel bagi sebagian masyarakat saat ini adalah barang komunikasi. Harapannya agar masyarakat di pedesaan tidak kehilangan cara untuk berkomunikasi," ujar Edy.
Hal tersebut, sambung Edy, sejalan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas, khususnya konektivitas informasi. "Jangan sampai mengurangi konektivitas karena negara ini memerlukannya," tambahnya.
Terkait industrialisasi, penerapan cukai ponsel diharapakan dapat mendorong investasi di bidang itu. Apalagi selama ini investasi di perangkat telepon seluler sangat kecil dan manfaat yang diterima negara tidak signifikan. "Tapi penting untuk ada standardisasi karena kita ingin investasi tetap masuk," ujar Edy.