REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian insentif fiskal berupa keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bertujuan untuk mendorong agar para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) segera melakukan eksplorasi minyak dan gas (migas). Meskipun demikian, pemberian insentif dinilai tidak akan berdampak banyak bagi total biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam berinvestasi.
"Tapi memang dorongannya lebih ke arah agar perusahaan segera eksplorasi sehingga segera menikmati insentif," tutur Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Gunadi melalui pesan singkat kepada ROL, Sabtu (16/2).
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim pemberian insentif ini dapat meningkatkan eksplorasi migas untuk mencari cadangan baru. Nantinya, PBB yang dikenakan hanya berupa Rp 28 per meter persegi pada wilayah pengeboran, bukan untuk seluruh wilayah konsesi yang dimiliki oleh perusahaan.
Lebih lanjut, Gunadi menyebut signifikan atau tidaknya pemberian insentif ini bergantung pada luas wilayah konsesi. Sebab, prinsip umum PBB pertambangan adalah 0,2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Jika Rp 28 per meter persegi dinilai lebih murah, dapat dibilang pemberian insentif PBB bernilai tambah bagi perusahaan. "Walaupun dari total biaya mungkin minimal," ujarnya.