REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masyarakat Trasnportasi Indonesia (MTI) menyangsikan target penuntasan kereta api bandara selesai dalam setahun ini hingga 2014. Ini tak akan tejadi jika pemerintah daerah yang dilintasi jalur tersebut tak mendukung sepenuhnya dalam proses pembebasan lahan.
“Itu tak akan selesai jika tak ada komitmen pemda membebaskan lahan. Meskipun, dana pembangunan sudah tersedia yang sebenarnya bisa membangun dalam setahun,” kata Wakil Ketua MTI Bidang Perkeretaapian, Aditya Dwi Laksana, kepada ROL.
Oleh karenanya, MTI mendesak pemerintah secara bertahap akses ke Bandara Internasional harus dibuatkan jalur keretanya. Seperti halnya Bandara Internasional Kualanamu di Medan. Kereta Api Bandara Kualanamu bisa menjadi pionir pembangunan kereta api bandara untuk bandara lainnya.
Beberapa bandara lainnya juga bisa dibandung, namun masih mengabaikan akses jalan rel. Di antaranya Bandara Internasional Kertajadi di Majalengka, Jawa Barat. Ada juga yang baru sebatas rencana pembangunan kereta api bandara, misalnya Bandara Soekarno Hatta, Bandara Minangkabau Padang, Bandara Juanda Surabaya, dan Bandara Ahmad Yani Semarang.
Pada tahun ini, kata Aditya, sejumlah provinsi memiliki jaringan jalan rel masih memiiki sejumlah jaringan rel non aktif. Di Sumatra Utara ada tujuh jaringan rel non aktif sepanjang 179 kilometer (km). Berikutnya lima jaringan di Sumatra Barat sepanjang 87 km, delapan jaringan di Jawa Barat sepanjang 270 km, sembilan jaringan di Jawa Tengah sepanjang 525 km, dan 10 jaringan di Jawa Timur sepanjang 600 km.
“Jika jaringan rel nonaktif tersebut diaktifkan kembali, maka daerah bisa lebih intensif melayani penumpang perkeretaapian, termasuk kereta api bandara,” ujar Aditya. Caranya, pemerintah daerah bisa memberikan sejumah subsidi untuk kereta api regional di daerahnya. Misalnya pemerintah daerah Jawa Tengah yang mulai membuat desain untuk lintas Kedungjati – Tuntang sepanjang 30 km dan menurut rencananya akan dibangun Kementerian Perhubungan pada 2014 nanti.