Senin 11 Feb 2013 14:20 WIB

Petani Rekomendasikan RIPH untuk Eksportir

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Buah dan sayur hasil produksi agrobisnis/ilustrasi
Buah dan sayur hasil produksi agrobisnis/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memberikan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) pada importir yang sekaligus eksportir. Pasalnya, para eksportir selama ini menyerap 20 persen hasil pertanian hortikultura lokal. Penyerapan ini membuat gejolak harga di pasaran bisa diredam.

"Prioritaskan pada eksportir yang bermitra dengan petani, bukan pedagang yang tidak berhubungan dengan petani," ujar Sekertaris Jendral Dewan Bawang Merah Nasional  Mudatsir, Senin (11/02).

Menurutnya, pengaturan durasi impor hortikultura yang diterapkan pemerintah saat ini sudah tepat. Namun, masih perlu pengaturan peredaran belasan komoditas tersebut.

Mudatsir memberi contoh untuk bawang merah, importasi dibutuhkan untuk memasok maksimal 15 hingga 30 ribu ton per tahun. Mengingat panen raya tahun ini akan dimulai bulan Mei mendatang.  

Ia juga mengatakan hasil produksi petani bawang lokal cukup memenuhi kebutuhan nasional. Namun kebanyakan petani tidak memiliki gudang untuk menyimpan hasil kala panen raya. Kendala lain adalah hasil produksi yang jumlahnya tidak stabil.  "Dari sisi produksi, hasil panen raya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional," ujar Mudatsir.

Usulan ini disambut baik oleh kalangan importir. Prioritas pada eksportir sekaligus importir akan membantu penyerapan produksi petani.

Importir pun berharap agar pemerintah segera menentukan kuota RIPH. Penetapan ini sangat dibutuhkan untuk menyusun strategi bisnis. "Jika prioritasnya import, harga lokal bisa hancur," ujar Deputy Director CV Mekar Jaya, David Sung kepada ROL.

Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) mengatakan pengalihan pintu masuk impor hortikultura menimbulkan kerugian sekitar Rp 1,5 miliar per bulan. Perhitungan ini berdasarkan biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan setiap kali pengiriman.

Jarak tempuh Pengiriman dari Jawa Timur (Jatim) ke Jawa Barat (Jabar) sekitar 1000 kilometer (km). Satu liter bensin bisa menempuh jarak 10 km. Sekitar 70 persen importasi disalurkan untuk memenuhi kebutuhan Jabar. "Kalikan saja dengan harga BBM sekarang yang Rp 4.000-Rp 8.000 per liter. Biayanya bisa sampai 1,5 milyar per bulan," ujar Wakil Ketua Gisimindo, Bob Budiman kepada ROL, Senin (11/02). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement