Rabu 06 Feb 2013 15:51 WIB

Fitch Pertahankan Peringkat Investasi Indonesia

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Lembaga pemeringkat Fitch Rating
Lembaga pemeringkat Fitch Rating

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat Amerika Serikat (AS), Fitch Ratings, menilai perekonomian Indonesia tumbuh kuat dan berdaya tahan. Fitch memutuskan untuk mempertahankan peringkat BBB- untuk ekonomi Indonesia sehingga peringkat investment grade tetap dipegang.

Fitch menilai ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di atas 6 persen hingga 2014. "Meskipun terjadi pelemahan di kuartal keempat 2012, namun pertumbuhan di level 6,23 persen sudah luar biasa," ujar Director Asia Sovereign Ratings, Phillip McNicholas, usai memberikan pemaparan pada Fitch Credit Briefing on Indonesia, Rabu (6/2).

Namun Indonesia memiliki beberapa tantangan yang dapat memicu penurunan pemeringkatan. Pertama, adanya kejutan berkepanjangan yang membuat investor dalam dan luar negeri mengurangi kepercayaannya terhadap iklim investasi di Indonesia. Penurunan kepercayaan akan mengakibatkan hilangnya aliran dana yang mengancam neraca keuangan pemerintah.

Tantangan lain bagi pemeringkatan Indonesia adalah adanya penurunan kualitas pengelolaan kebijakan moneter. Hal ini akan menciptakan ketidakseimbangan neraca eksternal pemerintah dan meningkatkan inflasi. "Indonesia perlu melakukan reformasi atas program anggaran dan memperluas basis penerimaan," kata McNicholas.

Deputi Komisioner Bidang Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Noor Rachman mengungkapkan masih banyak yang harus dibenahi oleh regulator untuk menciptakan iklim investasi di Indonesia. Salah satunya adalah peringkat utang di pasar saham dan obligasi.

OJK akan terus melakukan pembenahan terkait situasi investasi di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan ekonomi Indonesia secara nasional. "Kredit rating Indonesia diharapkan lebih bagus lagi di akhir 2013," kata Noor.

Wakil Menteri Keuangan RI Mahendra Siregar mengatakan pasar modal merupakan instrumen yang paling tepat bagi perseroan untuk memperoleh dana segar selain dari perbankan. Dengan emiten masuk ke pasar modal mereka akan memperoleh dana segar melalui right issue atau melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO).

Kualitas emiten pun akan lebih baik karena keterbukaannya kepada pasar modal dan pemegang saham. "Komunikasinya lebih terbuka kepada pemegang saham," ujar Mahendra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement