Senin 04 Feb 2013 09:20 WIB

Belanda Nasionalisasi SNS Reaal

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Nasabah di depan mesin ATM Bank SNS Reaal NV di Amsterdam.
Foto: AP/Peter Dejong
Nasabah di depan mesin ATM Bank SNS Reaal NV di Amsterdam.

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Efek domino krisis ekonomi dunia kian menggerogoti perbankan Eropa. Bank-bank kecil berjatuhan ke jurang kebangkrutan. Detak jantung bank-bank besar kian melemah menunggu suntikan dana untuk mencegah ancaman kolaps sistem keuangan Belanda.

Bagi sebagian besar pimpinan dunia, nasionalisasi bank mungkin menjadi nyawa terakhir. Meski, putusan itu akan menjadi mimpi buruk bagi perekonomian negara yang melakukannya. Nasionalisasi akan menekan tingkat kepercayaan pasar pada sistem finansial terhadap sebuah negara.

Pengambilalihan bank oleh pemerintah, ke depannya, akan menggerus kepemilikan saham publik, menjauhkan komunitas investasi dari bursa dan pasar modal, dan pasar akan terkesan bahwa bank tersebut dalam kondisi genting. Nasionalisasi bank juga berdampak pada besarnya peran politik masuk ke dalam kepentingan bank bersangkutan. Khususnya dalam hal pengucuran pinjaman.

Namun, tak ada pilihan lain bagi kelompok perbankan dan asuransi SNS Reaal. Menteri Keuangan Belanda, Jeroen Dijsselbloem, nekat mengambil keputusan tersebut, yaitu menasionalisasi SNS Reaal. Pasalnya, bank keempat terbesar di Belanda itu selalu mengalami kerugian besar dalam beberapa tahun terakhir. "Nasionalisasi ini tak terelakkan," ujar Dijsselbloem, dikutip dari Aljazeera, Ahad (3/2).

Saking pentingnya peran sistemik SNS Reaal di Belanda, pemerintah tak mungkin membiarkannya terus dalam kebangkrutan. Tenggat waktu pemerintah untuk mencarikan solusi terbaik bagi bank yang satu ini telah habis tanpa keputusan apapun. Pada Januari 2012, Komisi Eropa memblokir rencana tiga bank raksasa Belanda lainnya, yaitu ABN Amro, ING, dan Rabobank, untuk menanamkan investasi modal di SNS Reaal.

Hal itu karena tiga bank tersebut pada dasarnya juga menerima dana talangan dari negara. "Bank ini sudah akut karena bermasalah dengan portofolio properti," ujar Dijsselbloem yang juga merangkap Kepala Menteri Keuangan Zona Eropa itu.

Saat isu nasionalisasi SNS Reaal berkembang sebelum penetapan oleh pemerintah, saham SNS Reaal langsung jatuh tajam. Perdagangan saham SNS Reaal bahkan dihentikan sementara di Bursa Saham Amsterdam di level 0,84 euro per lembar saham. Penurunan ini adalah yang tertinggi dibandingkan sebelum krisis keuangan zona euro 2008, sekitar 15 euro per lembar saham.

Pemerintah Belanda menegaskan bahwa simpanan nasabah di bank tersebut masih aman. Dalam langkah nasionalisasi ini, pemerintah akan menyuntikkan dana talangan (bailout) mencapai 3,7 miliar euro atau sekitar lima miliar dolar AS. Rincian terdiri atas 2,2 miliar euro untuk suntikan modal, 800 juta euro untuk dana simpanan, dan 700 juta euro digunakan untuk mengisolasi portofolio bank yang bermasalah.

Dana talangan ini akan berdampak pada perekonomian Belanda. Risiko yang diambil pemerintah Negeri Kincir Angin itu adalah meningkatnya defisit pemerintah 2013 mencapai 0,6 persen, dan menambah utang pemerintah 1,6 persen. Pemerintah Belanda menasionalisasi SNS Reaal dengan menggunakan Undang Undang Intervensi Perbankan yang baru  digunakan untuk pertama kalinya.

Analis dari Theodoor Gilissen, Tom Muller, mengatakan intervensi pemerintah adalah langkah terbaik bagi negara-negara Uni Eropa. "Kita harus menyadari bahwa negara yang sehat seperti Belanda saja sudah mengalami kondisi akuntabilitas yang tak lagi bisa ditoleransi. Situasi ini harus ditangani," ujarnya, dikutip dari AFP.

Meski demikian, Muller mengatakan ada risiko yang harus diterima Belanda. Intervensi pemerintah dalam bentuk nasionalisasi akan berimplikasi  negatif terhadap peringkat bank-bank di Belanda. Lembaga pemeringkat dunia Fitch Ratings sebulan sebelumnya sudah memperingatkan bahwa pengambilalihan ini bisa mendatangkan konsekuensi serius. Namun, itu adalah harga yang harus dibayar atas sebuah keputusan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement