REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia konsisten tetap menerapkan pajak keluar progresif untuk komoditas perkebunan. Direktur Jendral Industri Agro, Kementrian Perindustrian, Benny Wachyudi mengatakan penerapan bea keluar sudah tepat dilakukan untuk proses hilirisasi dalam negeri.
Menurutnya, sejak diterapkannya bea keluar (BK), industrialisasi CPO semakin tinggi di dalam negeri. Ekspor produk hilir CPO, kata dia, juga semakin meningkat. "Kita tidak ingin menjadi bangsa gelondongan yang hanya mengekspor barang-barang mentah," ujar Benny, saat ditemui, Kamis, (31/1).
Apalagi, menurut dia, kini investasi yang masuk di sektor industri pengolahan CPO pun semakin banyak. Targetnya, di tahun ini sekitar 65-70 persen produk diolah di dalam negeri.
Menurutnya, kebijakan BK ini semakin meningkatkan kapasitas refinary. Beberapa tahun lalu, kapasitas refinary baru mencapai 50 persen. Kini, kapasitasnya sudah naik hingga 75-80 persen.
Keadaan ini, kata dia, cukup berlawanan dengan yang terjadi di Malaysia. Kapasitas 'refinary' CPO di Malaysia justru menurun. Kini, kapasitas refinary di Malaysia tinggal 30-40 persen.
Menurut dia, hal ini sebagai latar belakang Malaysia menurunkan pajak ekspor CPO. Per bulan Januari lalu, Malaysia menurunkan ekspor hingga nol persen. Sementara, Indonesia menerapkan BK 9 persen per Februari.
"Mereka menurunkan bea keluar supaya Indonesia ikut (menurunkan BK). Ini adalah kebijakan yang mendorong industri hilir," katanya.
Menurutnya, Indonesia akan rugi jika mengikuti kebijakan Malaysia menurunkan BK. Benny mengatakan saat ini Malaysia sedang menjelang pemilu sehingga menurunkan pajak ekspor agar petani lebih bergairah.
Namun, jika pemilu sudah selesai, bukan tidak mungkin Malaysia akan mengubah kebijakan lagi. Indonesia justru akan rugi jika mengikuti kebijakan dari Malaysia.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan Indonesia akan tetap konsisten dengan kebijakan BK. Menurutnya, kebijakan apapun yang diambil Malaysia sebagai kompetitor eksportir CPO tidak akan berdampak negatif bagi Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sejak 2011 pangsa volume dan nilai ekspor produk turunan CPO sudah melebihi ekspor CPO.
Volume ekspor turunan CPO pada tahun 2011 sebesar 9.026 ton sedangkan CPO 7.646 ton. Sementara periode Januari-Oktober 2012 volume ekspor turunan CPO sebesar 10.964 ton sedangkan CPO sebesar 5.593 ton. Di sisi nilai ekspor pada 2011 ekpor turunan CPO mencapai 9,6 miliar dolar. Semantara, nilai ekspor CPO hanya 7,9 miliar dolar.