Selasa 29 Jan 2013 16:54 WIB

Ingin Kelola Dana Haji, Wajib Tingkatkan Modal

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
Dirjen Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu
Foto: Republika/Agung Supri
Dirjen Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau bank syariah untuk meningkatkan modalnya bila ingin mengelola sepenuhnya dana haji. Per 31 Desember 2012, outstanding dana haji mencapai Rp 50 triliun.

Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu, mengatakan bila modal bank syariah masih di bawah Rp 50 triliun, maka masih diragukan untuk mengelola dana haji. "Selama modal bank syariah masih di bawah Rp 50 triliun, maka belum trustee," ujarnya dalam Seminar Pengelolaan Dana Umat dengan Prinsip Ekonomi Syariah, di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (29/1). 

Komitmen menambah modal, menurut Anggito, merupakan suatu bottle neck yang harus diikuti bank syariah. Mengingat pengalihan dana dari bank konvensional ke syariah dilakukan secara gradual.

Anggito mengatakan penyeimbangan penempatan dana akan dilakukan sejalan dengan kebijakan penjaminan dana jamaah di perbankan dan peningkatan kinerja bank syariah. Pengelolaan arus kas akan dilakukan bersama bank koordinator. "Integrasi sistem informasi sedang dilakukan untuk menghubungkan dana jamaah, dokumen dan keuangan," ucapnya.

Lebih jauh ia menuturkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Keuangan Haji sedang difinalisasi untuk memisahkan kebijakan pengelolaan dana haji dalam lembaga badan layanan umum (BLU). "Pengelolaan dana haji akan dilakukan secara profesional, akuntabel, transparan dan amanah," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Anggito mengatakan financial deeping di Indonesia tergolong rendah dibanding negara-negara tetangga. Saat ini aset perbankan syariah nasional terhadap PDB baru mencapai 40 persen, sedangkan nilai kapitalisasi pasar 65 persen terhadap PDB.

Menurutnya perlu pendalaman sektor jasa keuangan Indonesia melalui diversifikasi pendanaan, pengembangan produk-produk baru, seperti syariah dan membuka akses bagi yang belum memiliki kecukupan finansial. Dana-dana keuangan syariah meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, akses pasar keuangan, orientasi investasi ke produk syariah dan kesadaran masyarakat.

Selama ini dana-dana keuangan syariah di Indonesia, kata Anggito, bersumber dari pendapatan masyarakat, zakat, shadaqah, infaq, wadiah dan haji. Dana tersebut disimpan perbankan syariah, obligasi syariah, pasar modal dan instrumen syariah lainnya.

Pendapatan masyarakat yang disimpan di perbankan syariah meningkat, namun masih relatif kecil, yakni 5 persen dari perbankan konvensional. Demikian juga dengan penerbitan obligasi syariah oleh pemerintah maupun swasta masih sedikit.

Anggito menambahkan, dana-dana shadaqah, infaq dan wadiah selama ini tidak teridentifikasi dan tercatat dengan komprehensif. Padahal, dana haji mempunyai nilai manfaat yang besar untuk menggerakkan perekonomian Islam. "RUU Pengelolaan Keuangan Haji memberikan peluang investasi langsung akan meningkatkan nilai manfaat," katanya.

Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, Yuslam Fauzi, menilai kekhawatiran Kemenag akan kesanggupan bank syariah mengelola dana haji sangat berlebihan. "Akan dicek apakah benar bank syariah tidak sanggup, toh dana haji cuma Rp 50 triliun," ujar dia.

Pihaknya, ungkap Yuslam, telah membicarakan perihal pengelolaan dana umat ini dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Harus ada surat bahwa dana haji dijamin LPS agar betul-betul jelas," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement