REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengamat menilai kebijakan hedging valuta asing (valas) yang dilakukan pemerintah untuk utang luar negeri hanya berdampak melemahkan Rupiah. "Jika Menkeu mengeluarkan peraturan hedging itu justru lucu. Artinya, Menkeu tak percaya akan kekuatan Rupiah," ujar Mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie, dijumpai Republika usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (28/1).
Menurut Kwik, hedging hendaknya dilakukan untuk menahan nilai tukar mata uang pada posisi tertentu. Sebelum melakukan hedging, pemerintah harus menghitung secara benar terlebih dahulu nilai tukar mata uang tersebut.
Dengan membayar biaya hedging pada pasar futures trading, pelaku pasar yang bertransaksi tak akan mengalami perubahan nilai tukar yang fluktuatif. Kwik mencontohkan, jika nilai tukar Rupiah hari ini ada dilevel Rp 9.600 per dolar AS dan berubah menjadi Rp 11.000 per dolar AS, maka pelaku trading tak akan terdampak.
Sementara ekonom Drajad Wibowo menilai kebijakan hedging tak lebih dari spekulasi yang dilakukan pemerintah yang akhirnya menekan nilai tukar Rupiah. "Saat ini, pelaku pasar sentimen negatif terhadap Rupiah akibat kesulitan pada defisit perdagangan," katanya.
Menurutnya, pemerintah harus melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menghitung nilai hedging yang tepat.