Senin 28 Jan 2013 19:24 WIB

Hentikan Pembayaran Bunga Obligasi Rekap BUMN dan Asing

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Rizal Ramli
Foto: Republika
Rizal Ramli

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah ekonom meminta DPR menginstruksikan ke pemerintah agar menghentikan sementara pembayaran bunga obligasi rekap (rekap bond) kepada bank BUMN dan bank asing. Pilihan ini dirasa perlu untuk merekapitulasi jumlah utang obligasi rekap saat ini.

"Stop pembayaran bunga obligasi, khususnya bank BUMN," kata mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR  di Jakarta, Senin (28/1). Penghentian sementara pembayaran bunga obligasi bank BUMN tersebut sudah mempertimbangkan pengelompokan bank.

Pengelompokan obligasi rekap tersebut, menurut Rizal, dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, obligasi rekap milik bank BUMN. Kedua, obligasi rekap milik bank asing. Ketiga, obligasi rekap milik masyarakat.

Jika pembayaran bunga obligasi kepada bank BUMN dan asing dihentikan, tak demikian halnya dengan masyarakat. Rizal mengusulkan obligasi rekap di bawah satu miliar rupiah bisa dibayarkan bunganya. "Namun, obligasi rekap di atas satu miliar rupiah, pembayaran bunganya juga dihentikan," kata dia.

Penghentian pembayaran bunga itu, kata Rizal, akan mendorong bank menunjukkan riil performanya, tanpa menerima subsidi dari pemerintah. Menurutnya, performa bagus perbankan sekarang didominasi masih semu karena mereka memperoleh subsidi dari bunga.

Ekonom sekaligus Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad Wibowo, mengatakan penghentian tersebut memang berisiko menurunkan rasio keuntungan perbankan. "Namun itu tak apa, sebab marjin bunga bersih (NIM) bank-bank di Indonesia itu tinggi, di atas tujuh persen. Sedangkan di negara lain, NIM di bawah dua persen," paparnya kepada Republika.

Menurut Drajad, bank-bank di Indonesia masih berpeluang terus mendapatkan keuntungan. Jika obligasi dibedakan menjadi rekap dan nonrekap, sambungnya, maka menyusahkah. Sebab, seluruhnya sudah diblending.

Dalam kesempatan tersebut, Drajad juga mengingatkan DPR mengenai kemungkinan adanya penolakan dari pihak perbankan. ''Perbankan akan mengemukakan beberapa alasan untuk menolak usulan tersebut," ujarnya.

Setidaknya, kata  Drajad, ada tiga alasan keberatan yang kemungkinan akan disampaikan perbankan. Pertama, alasan performa bank tersebut akan merosot, seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Kedua, bank akan berargumen penghentian tersebut akan memengaruhi ekspansi kredit sebab likuiditas berkurang. Namun, porsi pengurangan tersebut, menurut Drajat, tak akan terlalu besar.

Ketiga, bank akan beragumen saham mereka akan turun di pasar modal. "Seturun-turunnya saham mereka, itu tak akan signifikan. Sebab, sektor perbankan Indonesia di mata dunia masih sangat menarik," kata Drajat. Jadi, meskipun terjadi koreksi saham di pasar modal, maka itu sifatnya umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement