Senin 28 Jan 2013 16:25 WIB

Rupiah Jadi 'Mainan Favorit' di Pasar Valas Singapura

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Hasil penelaahan Tim Penyidik Internal bank-bank di Singapura menemukan bukti bahwa sejumlah pelaku keuangan di Negeri Singa itu berkolusi memanipulasi harga sejumlah mata uang di pasar valuta asing (valas). Adapun mata uang yang menjadi sasaran itu adalah mata uang negara-negara berkembang (emerging market).

Mata uang itu adalah Rupiah (Indonesia), Ringgit (Malaysia), dan Dong (Vietnam). Dilansir dari Reuters, Senin (28/1), melebarnya skandar suku bunga kredit ke pasar-pasar baru di dunia global, juga diakari oleh permasalahan ini.

Tim Penyidik Internal Singapura menemukan bukti bahwa sejumlah pelaku keuangan dari beberapa perbankan saling berkomunikasi satu sama lainnya melalui pesan elektronik. Mereka menetapkan tingkat harga valas untuk transaksi aset dan keuangan di asosiasi dan perbankan lokal. Khususnya untuk transaksi Non-Deliverable Forwards (NDFs) di pasar modal. Tujuannya mendapatkan keuntungan yang masuk ke buku perdagangan mereka.

"Antar pelaku sektor keuangan itu misalnya bisa meminta pelaku lainnya untuk membantunya menurunkan atau menaikkan harga mata uang tertentu," kata sumber Reuters yang tak bisa disebutkan namanya. NDFs bisa dikatakan bentuk lain dari hedging perusahaan yang memungkinkan investor untuk menjadi spekulan mata uang di pasar negara berkembang.

Ini akan menyulitkan perbankan di negara berkembang untuk mengontrol mata uangnya. Sehingga, masyarakat asing sulit berpartisipasi secara langsung di pasar valas. Sebab, seluruh kontrak transaksi diselesaikan dalam  bentuk dolar AS. Jadi, mereka memengaruhi kurs di pasar valas.

Otoritas Moneter Singapura memerintahkan bank yang beroperasi untuk mengatur tingkat suku bunga kredit antarbank lokal dan tingkat NDFs. Ini untuk meninjau bagaimana mekanisme penetapan suku bunga dan apa saja patokan mereka. Tahun lalu, mekanisme ini diberlakukan otoritas Singapura kepada regulator keuangan AS dan Inggris untuk menindaklanjuti manipulasi kasus Libor. Patokan yang digunakan untuk menetapkan suku bunga itu setara 600 triliun dolar AS surat berharga.

Penyelidikan Libor menjatuhkan denda hingga 1,5 miliar dolar AS untuk UBS AG dan 451 juta dolar AS untuk Barclays Plc. Pelaku keuangan dikedua bank itu terbukti melakukan kecurangan. Tim Penyelidik Internal di AS dan Inggris juga mengungkapkan bukti manipulasi suku bunga kredit di pasar uang antar bank (PUAB) di Tokyo, Hong Kong, dan Australia.

Bank Sentral Singapura juga mengaku was-was dengan adanya praktik serupa di negaranya. Sumber Reuters tersebut menyebutkan bank-bank besar yang mereka curigai untuk praktik ini antara lain UBS, JPMorgan Chase & Co, DBS Group Holdings Ltd, dan HSBC Holdings Plc. Sayangnya, sumber tersebut tak ingin lebih spesifik memberikan komentar detail tentang kesalahan empat grup perbankan tersebut.

Sejak menyeruaknya dugaan ini, Asosiasi Bank Singapura (ABS), mulai memfokuskan perhatian mereka terhadap pergerakan valas Rupiah, Ringgit, dan Dong setiap hari kerja di pasar valas dan pasar modal. Mereka menduga ada 18 bank yang berlaku curang dan merugikan Rupiah. Berikutnya 15 bank untuk Ringgit, dan 12 bank untuk Dong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement