Kamis 10 Jan 2013 21:33 WIB

BI Terus Intervensi Rupiah

Rep: Mutia Ramdhani/ Red: Chairul Akhmad
Kantor Bank Indonesia (BI) di Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kantor Bank Indonesia (BI) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan terus melakukan intervensi untuk mengarahkan kebijakan nilai tukar Rupiah agar sesuai kondisi fundamentalnya.

Salah satunya mencocokkan nilai tukar dengan kondisional ekspor impor Indonesia, serta cadangan devisa.

Gubernur BI, Darmin Nasution, mengatakan fokus kebijakan BI tahun ini salah satunya mengelola keseimbangan eksternal nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya.

"BI hanya menjaga agar fluktuasi Rupiah tidak tajam yang pada akhirnya membuat dunia usaha kebingungan," kata Darmin dalam Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis (10/1).

Menurut Darmin, fluktuasi Rupiah yang tajam menganggu aktivitas bisnis. BI juga memerhatikan persepsi pasar terhadap rupiah dari menit ke menit. Fluktuasi rupiah tahun ini juga menentukan seberapa banyak perannya untuk menarik investor masuk ke Indonesia. 

Darmin menambahkan, cadangan devisa saat ini masih cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Hingga akhir Desember 2012, cadangan devisa mencapai 112,78 miliar dolar AS atau setara 6,1 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

Jumlahnya meningkat dibandingkan posisi November 111,285 miliar dolar AS. Ke depannya, BI juga ikut berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan yang salah satunya menjadi sebab melemahnya rupiah.

Sejak awal Tahun Ular 2013, rupiah melemah tajam dan sempat menyentuh Rp 9.740 per dolar AS. Meski tak menyebutkan seberapa besar bentuk intervensi BI ke pasar, Darmin mengatakan fluktuasi Rupiah tetap terjaga. Kurs tengah Rupiah hari ini, Kamis (10/1) kembali menguat 25 poin ke level Rp 9.715 per dolar AS.

Sepanjang 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi 5,91 persen year on year (yoy) ke level Rp 9.638 per dolar AS. Tekanan depresiasi rupiah terutama terjadi pada kuartal I dan kuartal III 2012. 

Depresiasi rupiah, kata Darmin, berkaitan erat dengan belum cukup mumpuninya perekonomian global menghadapi krisis, khususnya Eropa. Ini berdampak pada arus masuk portofolio asing ke Indonesia. Dari sisi domestik, permintaan valuta asing (valas) yang tinggi untuk ekspor perlu diseimbangkan dengan impor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement