REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) segera menerbitkan aturan suku bunga dasar kredit (SBDK) segmen mikro pada Januari ini. Dengan demikian, seluruh perbankan yang beroperasi di Indonesia mau tak mau harus transparan memaparkan suku bunga yang berlaku, mulai suku bunga terendah hingga tertinggi.
Direktur Currency Management Board, Farial Anwar, mengatakan selama ini perbankan melakukan aksi diam-diam sehingga suku bunga antarbank menjadi tak seragam. Perbankan di Indonesia akibatnya tidak kompetitif sebab perusahaan besar lebih mendominasi pengelolaan kredit perbankan.
Semua itu kemudian mengakibatkan bank-bank yang ada di bawahnya, untuk bersaing secara likuiditas, meningkatkan suku bunganya. Ini berujung pada terbengkalai dan tak terjangkaunya kredit sektor mikro yang bunganya masih memberatkan nasabah.
"Bank-bank harus menyadari kewajibannya untuk transparan soal suku bunga. Jangan lakukan aksi diam-diam dan menggasak bunga dari masyarakat," kata Farial dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (7/1).
Aturan BI nanti, menurutnya, harus meminta seluruh bank memaparkan suku bunga kreditnya di segala sektor, terutama bunga kredit mikro, bunga kredit investasi, juga bunga kredit modal kerja.
Bank harus memaparkan bunga terendah dan bunga tertingginya. Patokannya, kata Farial, bisa menggunakan BI rate, juga LPS rate.
Untuk menggenjot penyaluran kredit UMKM, BI juga membuat kebijakan bank-bank yang beroperasi di Indonesia wajib menyalurkan 20 persen kreditnya ke sektor UMKM. Farial menilai memang harus ada aturan khusus yang dipatok BI agar penyaluran kredit mikro ke sektor UMKM kian terjamin.
Pelaku usaha mikro, kata Farial, membutuhkan dukungan khusus dalam hal kredit. Bank-bank juga perlu semakin gencar mengedukasi masyarakat dan meyakinkan nasabah mikronya akan risiko bisnisnya.
"Secara kolateral, risiko kredit mikro ini tinggi, makanya bank masih banyak yang belum optimal menyalurkan kredit mikto. Pemahaman masyarakat akan pengelolaan kredit belum sepintar perusahaan-perusahaan besar dalam hal memanajemen dana," beber Farial.
Berdasarkan data BI, hingga Oktober 2012, dari total Rp 2.615,075 triliun pinjaman yang diberikan di seluruh provinsi di Indonesia, sebanyak Rp 497,044 triliun atau 19 persennya disalurkan untuk kredit UMKM.
Jika diambil contoh beberapa provinsi, dari Rp 14,754 triliun penyaluran pinjaman ke Papua, hanya Rp 5,395 triliun untuk kredit UMKM. Berikutnya, dari Rp 6,609 triliun penyaluran pinjaman ke Maluku, hanya Rp 1,773 triliun untuk kredit UMKM.
Hal ini berbeda dengan DKI Jakarta. Dari Rp 843,848 triliun pinjaman yang disalurkan, sebanyak Rp 86,78 triliun untuk kredit UMKM. Di Jawa Barat, dari Rp 330,807 triliun pinjaman yang disalurkan, sebanyak Rp 63,510 triliun untuk kredit UMKM.
Di Yogyakarta, dari Rp 19,685 triliun pinjaman yang disalurkan, sebanyak Rp 6,135 triliun untuk kredit UMKM. Di Bali, dari Rp 48,701 triliun pinjaman yang disalurkan, sebanyak Rp 15,503 triliun untuk kredit UMKM.