REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank DKI menjadi Mandated Arranger sekaligus sebagai agen fasilitas, agen jaminan dan agen escrow serta book runner dalam pembiayaan kredit sindikasi kepada PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (IKPP) senilai Rp 750 miliar.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kredit yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran Bank DKI, Mulyatno Wibowo bersama Zainudin Fanani selaku Direktur Utama Bank Kaltim, Johan Kafiar selaku Plt. Direktur Utama Bank Papua, Juni Rif’at selaku Direktur Utama Bank Kalsel, beserta Suhendra Wiriadinata dan Kurniawan Yuwono selaku Direktur PT. Indah Kiat Pulp & Paper, di Jakarta (27/12).
Pemberian kredit investasi tersebut bersifat non revolving berjangka waktu 6 tahun, dipergunakan untuk pembiayaan kembali (refinancing) pabrik Paper Machine No. 7 (PM-7) yang berlokasi di Desa Pinang Sebatang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Pekanbaru, Riau. Mulyatno menjelaskan pemberian kredit itu sendiri didasarkan pertimbangan bahwa sektor industri bubur kertas dan kertas merupakan industri potensial serta produknya dibutuhkan oleh masyarakat.
”Pada saat ini IKPP merupakan produsen pulp terbesar di Indonesia dengan menguasai produksi hingga lebih dari 30 pct produksi nasional sekaligus salah satu player terbesar di dunia dengan kinerja keuangan yang prima dan usaha yang andal,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada tahun 2010 Bank DKI telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp 210 M kepada IKPP untuk pembiayaan asset Paper Machine No 8. Selama tahun 2012 Bank DKI diantaranya telah bertindak selaku mandated lead arranger dan book runner untuk pembiayaan kredit kepada PT Lintas Marga Sedayu senilai Rp. 8,8 triliun, PT Pegadaian sejumlah Rp 1 triliun , IKPP sebesar Rp 750 miliar, dan PT Duta Bhakti senilai Rp 125 miliar.
Sepanjang tahun Bank DKI terus memasuki berbagai segmen industri pilihan dengan fokus membidik debitur-debitur yang bonafid (top tier player) di industri pilihan dengan sejarah kinerja yang baik dan berkesinambungan.
Di dalam pemberian kredit, Bank DKI senantiasa menjaga keseimbangan dalam mencapai pertumbuhan kredit yang baik, berkualitas dan menghasilkan return yang optimal. Hal tersebut ditempuh dengan menyeimbangkan proporsi kredit produktif dan non produktif, dibarengi dengan penerapan manajemen risiko yang lebih baik serta dengan lebih mendorong peningkatan sinergi melalui aliansi strategi antar bisnis unit, imbuh Mulyatno.