Senin 24 Dec 2012 11:57 WIB

Tahun Depan Industri Makanan Diprediksi Stagnan

Mini market
Mini market

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Franky Sibarani memperkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman di 2013 akan stagnan seperti tahun ini yaitu sebesar 8 persen.

"Dugaan kami pertumbuhannya di 2013 masih seperti tahun ini sebesar 8 persen karena kami pesimis pemerintah mampu menjaga stabilitas politik yang mempengaruhi produksi pengusaha," kata Franky di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan situasi di dalam negeri tahun 2013 akan sama dengan tahun ini yaitu banyak agenda politis yang dijalankan pemerintah. Hal itu menurut dia yang menyebabkan kebijakan yang diambil cenderung populis tanpa memperhatikan kepentingan pengusaha.

"Angka moderatnya 8 persen di tahun depan, karena kami tidak percaya pemerintah bisa menjaga stabilitas politik dan keamanan," ujarnya.

Menurut dia, pertumbuhan industri dalam negeri khususnya makanan dan minuman dipengaruhi stabilitas keamanan dan jaminan stabilitas keputusan terkait industri. Dia menilai tahun 2012 tidak ada jaminan keamanan dari pemerintah sehingga mengganggu proses produksi.

"Karena tahun depan apabila dilihat dari tahun 2012 akan lebih banyak diramaikan dengan peristiwa politik," katanya.

Dia menjelaskan, tahun depan diperkirakan akan terjadi konsolidasi partai politik menjelang pemilu 2014 sehingga berbagai isu populis akan diusung. Hal itu menurut dia akan berujung pada pengerahan massa dan menjauhkan terhadapa hubungan industrial yang ideal.

"Demo buruh pasti melibatkan tenaga kerja dan menyebabkan terjadinya stagnasi produksi atau bahkan penghentian produksi. Apalagi di tahun 2013 tensi politiknya akan lebih tinggi," katanya.

Selain itu menurut dia, kenaikkan harga pangan dan melemahnya ekspor juga berperan dalam menekan pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman. Dia mengatakan kompetitor dari negara lain yang produknya lebih murah terus berproduksi dan melebarkan pangsa pasarnya ke Indonesia.

"Artinya akan banyak produk murah yang masuk ke pasar dalam negeri dengan kualitas bersaing. Produk impor tidak mengalami kenaikan biaya produksi sedangkan dalam negeri kebalikannya," ujar Franky.

Dia mengatakan, kenaikkan upah yang melebihi 20 persen juga menjadi faktor penekan pertumbuhan industri. Franky menilai kenaikkan upah sebesar 10-15 persen masih layak tetapi jika lebih dari 20 persen akan mengganggu daya saing.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement