REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementrian perindustrian belum menjalin kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam standardisasi halal bagi produk alas kaki. Direktur Industri Tekstil dan Aneka, Ramon Bangun mengatakan Kemenperin belum bekerjasama sebagaimana kementrian kesehatan menjalin hubungan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan MUI untuk standardisasi halal produk makanan dan obat-obatan.
Artinya, jika perusahaan sepatu memiliki label halal merupakan inisiatif dari perusahaan atau merek tersebut untuk mengajukan label halal kepada MUI. Pada pekan lalu, sepatu merek “Kickers’
dilaporkan ke polisi karena dalam produk tersebut mengandung undsur babi, padahal sudah memiliki label halal.
“Label halal itu untuk makanan, sedangkan untuk di kaki tidak diatur. Sepatu tidak dimakan, jadi kita tidak tahu halal atau tidak halal,” ujar Ramon, Ahad (23/12).
Ramon menjelaskan kemenperin hanya membuat standardisasi dari segi keamanan produk. Misalnya, tidak boleh membuat sepatu dari bahan pewarna yang berbahaya. Menurut dia, aturan label halal untuk alas kaki tidak dijumpai di manapun, termasuk di Malasyia yang cukup ketat dalam hal standardisasi pelabelan halal.
Meski, kata Ramon, berdasarkan aturan label yang dimiliki kementrian perdagangan memang suatu produk diwajibkan mencantumkan bahan dasar dalam kemasan produknya.
Berdasarkan aturan label nomor:22/M-DAG/PER/5/2010, suatu produk diwajibkan mencantumkan dalam bahasa Indonesia, terutama produk impor.
Dalam peraturan tersebut terdapat empat jenis barang yang harus mencantumkan label Bahasa Indonesia, yaitu jenis barang elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika. Selain itu, barang sarana bahan bangunan, keperluan kendaraan bermotor suku cadang dan lainnya juga diwajibkan mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.