REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan tingkat inflasi nasional hingga akhir 2012 adalah 4,3 persen, lebih rendah dari proyeksi BI sebelumnya, yaitu 4,5 persen.
Meski demikian, sejumlah ekonom memperingatkan ancaman tingkat inflasi tahun depan yang cenderung meningkat menjadi 4,9 persen hingga lima persen.
Kepala Riset Makroekonomi Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih, mengatakan tingkat inflasi umum secara tahunan mengalami peningkatan menjadi 4,5 persen sepanjang April-Agustus 2012. Berikutnya naik menjadi 4,6 persen pada Oktober 2012.
Per November 2012, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi umum mencapai 4,32 persen. Ning mengatakan meski laju inflasi umum November ini lebih rendah, kenyataannya inflasi umum ini lebih tinggi terus menunjukkan peningkatan melampaui inflasi komponen inti yang berada dilevel 4,4 persen.
"Kondisi ini perlu diwaspadai karena bisa menimbulkan pemanasan ekonomi (over heating)," kata Ning, dalam diskusi 'IERO dan Financial Outlook 2013' di Jakarta, Selasa (18/12). Tingginya tingkat inflasi inti menunjukkan tingginya sisi permintaan masyarakat yang t ak mampu dipenuhi oleh suplai barang.
Inflasi Indonesia semakin tinggi, kata Ning, didorong adanya kenaikan harga beberapa komponen. Di antaranya bawang merah, beras, daging sapi, wortel, dan tarif angkutan udara. Otoritas ekonomi dinilainya perlu mewaspadai kondisi ini.
Ahli ekonomi UGM, Samsubar Saleh, menyatakan optimis pertumbuhan ekonomi tahun depan masih berkisar enam persen hingga 6,7 persen. Dia juga melihat tekanan inflasi cukup tinggi dan BI rate masih ada dilevel 5,75 persen.
Sam mengansumsikan jika dalam jangka panjang musim hujan di Indonesia konstan dan berjalan baik, maka tekanan terhadap produktivitas akan rendah. "Mudah-mudahan sektor pertanian tahun depan bisa kembali menopang penurunan inflasi," katanya.
Sementara itu, kata Sam, pengeluaran pemerintah dalam porsi anggaran APBN terbesar masih didominasi subsidi BBM yang mencapai 28 persen dari total APBN. Tak bosan-bosannya, Sam meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan subsidi BBM ini.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya mengurangi anggaran subsidi untuk BBM. Sebab, 60 persennya dinikmati penduduk golongan menengah ke atas. "Jika subsidi ini bisa dikurangi, kemungkinan belanja infrastruktur Indonesia ke depannya bisa ditingkatkan," kata Sam.