REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Aceh Syariah menargetkan spin off empat tahun mendatang. Unit usaha syariah Bank Aceh tersebut mematok aset pada saat spin off Rp 3 triliun.
Per November 2012 aset Bank Aceh Syariah adalah sebesar Rp 1,5 triliun. Jumlah aset ini berkontribusi 10 persen terhadap total aset Bank Aceh. Modal kerja unit usaha syariah (UUS) Bank Aceh ini adalah Rp 300 miliar. Bank Aceh akan menambah modal UUS pada 2016 menjadi Rp 500 miliar. "Kami sesuaikan dengan ketentuan minimal Bank Indonesia," ujar Direktur Bisnis Bank Aceh, Busra Abdullah kepada Republika, Kamis (13/12).
Hingga November 2012 total dana pihak ketiga Bank Aceh Syariah mencapai Rp 900 miliar. Sedangkan pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp 1,1 miliar. Sebagian besar pembiayaan disalurkan ke usaha mikro. Sisanya disalurkan konsumtif, modal kerja dan pembiayaan lainnya.
Untuk kredit mikro perusahaan telah melakukan kerja sama dengan pemerintah melalui produk 'seramo mikro'. Produk ini dibuat untuk nasabah Bank Aceh yang ingin mengajukan pembiayaan di bawah Rp 50 juta. Namun pagu pembiayaan ini belum ditentukan.
Sebelumnya perusahaan juga telah menyalurkan pembiayaan melalui kredit usaha rakyat. Bank Aceh diberi kepercayaan menyalurkan KUR sebesar Rp 40 miliar. Sebesar 10 persen dari total dana tersebut disalurkan melalui unit usaha syariah Bank Aceh. "Saat ini KUR sudah 50 persen tersalurkan," kata Busra.
Rasio pembiayaan bermasalah Bank Aceh cukup kecil, Yaitu 0,4 persen. Busra mengatakan nasabah memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk melakukan pembayaran sehingga membantu perusahaan dalam menekan rasio ini.
Sebelum spin off Bank Aceh Syariah masih akan melakukan ekspansi terutama ke Jakarta. Saat ini daerah yang sudah dimasuki Bank Aceh adalah Sumatra Utara. Bank Aceh sudah memiliki 24 kantor cabang dan 80 kantor cabang pembantu yang tersebar di wilayah Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara.