REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ekonom Lana Soelistianingsih berpendapat redenominasi rupiah berpeluang memicu inflasi tinggi jika Pemerintah tidak menyiapkan uang pecahan terkecil atau uang receh.
"Jika tidak siap dengan uang kecilnya, bisa menyebabkan inflasi yang berlebihan," kata Lana di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Pemerintah perlu memastikan ketersediaan dan pasokan uang kecil atau receh hingga ke masyarakat di daerah terpencil. Uang pecahan satuan sen, lanjut dosen Fakultas Ekonomi UI itu, harus tersedia karena nilainya yang setara dengan pecahan Rp100.
Misalnya harga Rp 1.000, setelah mengalami redenominasi, akan berubah menjadi Rp 1. begitu pula harga Rp 1.100 yang berubah menjadi Rp1,1 setelah redenominasi.
"Karena tidak ada uang kecil tadi, efeknya, harga barang bukannya berubah menjadi Rp1,1 tetapi dibulatkan menjadi Rp 1,5 atau bahkan Rp 2. Hasilnya, inflasi yang berlebihan hingga 500 persen," jelasnya.
Lana juga mengingatkan bahwa pencapaian tingkat inflasi yang saat ini mencapai 4,32 persen masih dibantu oleh subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan harga komoditas yang turun.
"Misalkan nanti subsidi BBM dinaikkan atau dicabut, berapa inflasi kita? Karena itu harus dihitung lagi dampak yang akan muncul dari rencana redenominasi," tuturnya.
Meski berpendapat redenominasi belum penting untuk diterapkan saat ini, ekonom di salah satu perusahaan sekurits itu mengakui beberapa keuntungan yang didapat dari penyederhanaan pecahan mata uang tersebut.
Menurut Lana, redenominasi akan sangat memudahkan pencatatan nominal harga dalam neraca keuangan dan mendukung persaingan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mendatang.
"Sehingga nanti satu dolar AS itu bukan Rp 9.000 melainkan Rp 9. Tetapi, nilainya semu karena fundamentalnya tidak berubah, hanya penghilangan nol saja," pungkasnya.