REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengusaha mencemaskan program swasembada sapi yang dipakasakan. Jika berhasil pun, swasembada hanya mampu memenuhi kebutuhan paling banyak selama enam bulan.
Swasembada seharusnya dikenakan pada komoditi yang nillai produksinya konstan. Terlebih program swasembada yang dicanangkan pemerintah belum terbukti keberhasilannya, mulai dari beras, jagung, kedelai, dan gula. "Harus jujur, apakah kita memang mampu swasembada," ujar Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang, SE, MSI, Selasa (11/12).
Swasembada bisa dilakukan jika pemerintah menjamin ketersediaan daging untuk masyarakat. Dunia usaha harus mendapat kepastian bahwa ada bahan baku yang bisa diproduksi.
Selama ini data ketersediaan daging sapi antara institusi pemerintah pun beragam. "Kami butuh data di pasaran bahwa sapi itu memang ada," ujar Sarman.
Kebutuhan daging sapi untuk wilayah Jakarta mencapai 50 ribu ton. Daerah tidak akan mengirim sapi kalau tidak surplus.
Sarman pun mengatakan kebutuhan daging dunia usaha, tidak bersentuhan dengan daging lokal. Daging impor hanya untuk dunia usaha. "Perkapita naik, impor juga harus naik," katanya dalam diskusi publik bertema "Swasembada atau Kelangkaan Daging," di Kuningan, Jakarta Selatan.
Program swasembada juga dinilai lebih tinggi isu politik daripada isu teknik. Jika dipaksakan, swasembada mungkin bisa dijalankan pada tahun 2014 tapi tidak akan berkelanjutan.
Sapi lokal juga tidak memenuhi standar yang dibutuhkan komoditi. Sapi impor lebih diminati konsumen. "Kami terbentur dengan kenyataan itu," ujar N. Bross, Ph. D dari Asosiasi Pengusaha dan Protein Hewani Indonesia.