Selasa 20 Nov 2012 07:00 WIB

Pemerintah Naikkan Royalti Batu Bara, Pengusaha Bisa Tiarap

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Hazliansyah
Produksi batu bara, ilustrasi
Produksi batu bara, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta berfikir ulang terkait rencana menaikkan royalti ke pengusaha batu bara.

Menurut pengamat sekaligus Managing Director PT Coalindo Energy Indonesia Coal Index Maydin Sipayung, keputusan ini bisa membawa dampak negatif, khususnya bagi para pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).

"Kalau untuk PKP2B, saya pikir aturan sudah bagus," katanya, Senin (19/11) malam. Ia menilai dengan royalti sebesar 13,5 persen ditambah pajak sebesar 45 persen, negara sudah cukup mendapat keuntungan dari produsen batu bara ini.

"Kalau royalti naik bisa-bisa habislah mereka," ujarnya lagi.

Menurutnya harga batu bara yang tengah terpuruk di level 80-an dolar AS per ton, membuat pengusaha sudah cukup merugi karena mendapat margin yang pas-pasan.

Namun, hal berbeda dikatakannya untuk para pemegang kontrak pertambangan (KP). Pasalnya, royalti untuk pemegang izin ini minim dibanding PKP2B, yakni dikisaran tiga hingga tujuh persen.

Ia menilai seharusnya ada keadilan untuk menyamakan royalti yang ada. "Tapi, sebaiknya sekarang pemerintah wait and see dulu saja, paling tidak 2014 nantilah baru buat aturan baru," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Menteri ESDM Jero Wacik sempat berujar bakal mengkaji kembali royalti di sektor batu bara. Bakal ada kenaikan dari sebelumnya.

"Kita akan diskusikan dengan pengusaha, win-winnya," tegasnya. Namun ia belum mau menuturkan bentuk dan target aturan selesai.

Saat ini harga batu bara berada di kisaran 83 dolar AS per ton. Sebelumnya di Februari lalu, harganya mencapai 120 hingga 125 dolar AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement