REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai sangat mungkin naik seperti yang diwacanakan kenaikannya Rp 500 per liter setiap tiga hingga empat bulan sekali pada 2013. Hal itu disampaikan Ekonom Universitas Diponegoro FX Sugiyanto di Semarang, Senin (22/10).
Kenaikan harga BBM, menurut dia, sangat memungkinkan jika harga BBM di pasar internasional juga mengalami kenaikan dan usulan kenaikan harga BBM mendapat persetujuan dari DPR.
Kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut diwacanakan oleh Kementerian ESDM karena tingginya harga minyak mentah pada periode Januari-September sebesar 114,1 dolar AS per barel, sehingga menjadi salah satu faktor membengkaknya anggaran subsidi.
Menurut dia, jika berdasarkan sejumlah alasan kenaikan harga BBM di tingkat internasional tersebut dapat diterima secara rasional, tetapi belum tentu diterima jika dilihat dengan pertimbangan nonekonomis atau pertimbangan politis.
"Jika DPR menyetujui harga BBM bersubsidi naik, maka ada yang lebih penting yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak yakni alokasi anggaran tahun 2013," katanya.
Alokasi anggaran pada APBN perlu mendapat perhatian karena jangan sampai keinginan untuk menghemat anggaran dengan DPR menyetujui kenaikan harga BBM bersubsidi, tetapi DPR juga menyetujui anggaran yang bersifat memboroskan anggaran negara yang sifatnya memberi keuntungan kepada partai politik tertentu.
"Skenario tersebut sangat mungkin terjadi dan tahun 2013 adalah sangat krusial karena mendekati Pemilu, sehingga masalah efesiensi anggaran perlu mendapat perhatian serius," katanya.
Sejumlah hal yang perlu mendapat perhatian dalam alokasi belanja di antaranya berkaitan dengan bantuan sosial (bansos) dan hibah oleh kementerian yang anggarannya sangat dikendalikan oleh DPR. "Efesiensi anggaran sangat diperlukan. Jika kemudian harga BBM jadi naik, harus tetap dilakukan penghematan," demikian FX Sugiyanto.