REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia meminta pemerintah kembali meninjau aturannya. AISI menilai autran beresiko timbulkan ketidaksesuaian dilapangan sehingga menyebabkan biaya tinggi.
Menurut ketua AISI, Gunadi Shinduwinata, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang berlaku 7 Oktober 2012, sebenarnya instrumen pelindung masyarakat dan perusahaan kredit. Sehingga memberi jaminan hukum bagi kedua belah pihak.
Jadi menurut dia, Fidusia adalah instrumen yang dikembangkan sesuai dengan jalur hukum. Sehingga selain ada kontrak jual beli secara kredit, ada kontrak hukum. Dimana, ucap dia jika dalam masa kredit ada sesuatu yang tak diinginkan, maka perusahaan kredit bisa membawa ke jalur hukum.
Salah satu hal yang tak diinginkan misalnya kredit macet. Namun, aturan ini dikhawatirkan juga menambah biaya.
Belum lagi, tutur dia, di lapangan aturan ini belum pas, seperti penggunaan BPKB, padahal pengurusan BPKB bisa lebih dari sebulan. Akan tetapi proses antar dua pihak dilakukan dalam satu bulan. Hal ini menimbulkan masalah kepada pemberi kredit. ''Sejauh ini kami belum melihat efeknya,'' ucap dia.
Ia pun meminta aturan ini ditinjau kembali, agar semua ekonomi biaya tinggi bisa dihilangkan. Apalagi untuk industri otomotif secara keseluruhan angka kredit macet itu dibawah 1,3 persen.
Bukan tak mungkin, papar dia, angka kredit macet motor lebih kecil lagi karena masyarakat memandang motor sebagai investasi.