REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gas yang dihasilkan Lapangan Donggi Senoro, Sulteng ternyata tidak laku saat ditawarkan ke pembeli domestik sekitar awal tahun 2000-an. "Karena itu, terpaksa diekspor," kata Mantan General Manager JOB Pertamina-Medco Tomori, Hendra Jaya di sela diskusi "Gas Donggi Senoro Untuk Siapa?" di Jakarta, Kamis (26/7).
Saat ini, Hendrrea menjabat Dirut PT Nusantara Regas, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) bersama PT PGN Tbk. Ia melanjutkan, saat itu, baik PT PLN (Persero) dan pabrik pupuk tidak berniat membeli, karena belum ada infrastruktur dan harganya cukup mahal.
Sementara, Pertamina mesti segera memutuskan karena masa konsesi blok akan habis pada 2027. Hendra menambahkan, kalau sekarang ini mesti dialokasikan ke dalam negeri, juga tidak memungkinkan, karena sudah terikat kontrak ekspor dengan pembeli.
PT DSLNG, selaku operator kilang, sudah menandatangani perjanjian jual beli LNG dengan tiga pembeli di luar negeri selama 13 tahun sejak 2014. Mereka adalah Chubu Electric Power Co Inc, Jepang dengan volume satu juta ton, Kyushu Electric Power Co Inc, Jepang 300.000 ton per tahun, dan Korea Gas Corporation (Kogas) 700.000 ton per tahun.
Volume ekspor tersebut merupakan 70 persen produksi, 30 persen lainnya masuk ke pembangkit dan pabrik pupuk di dalam negeri. Kilang Senoro diperkirakan beroperasi pada 2014 dengan progres proyek hingga Juli 2012 tercatat sudah 53 persen.
Anggota DPD dari Sulteng, Nurmawati Dewi Bantilan berharap, keberadaan kilang Senoro bisa merubah kehidupan masyarakat Kabupaten Banggai, khususnya Kecamatan Batui yang kini masih terbelakang.