Ahad 15 Apr 2012 12:38 WIB

Bank Syariah: Profesional atau Islami?

Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Friska Yolandha

Ketakutan terbesar seseorang ketika masuk ke lembaga syariah adalah ia harus Islam dan berakhlak sesuai nilai-nilai syariah. Hal-hal yang berbau keislaman menjadi salah satu faktor yang membuat seseorang urung mencoba tantangan di industri keuangan syariah.

Minimnya pengetahuan tentang syariah juga menjadi faktor yang membuat seseorang urung menjadi pegawai industri syariah. Pengetahuan yang minim ini pun menjadi kesulitan bagi perusahaan dalam mengembangkan potensi pegawai di industri syariah.

Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi apabila perusahaan serta seorang pegawai paham mengenai industri syariah. Pemahaman syariah bisa dipelajari sambil jalan, namun profesionalitas harus dibentuk sejak awal. "Syariah banking adalah bisnis, jadi tidak perlu khawatir bagi pegawai yang bukan Islam," ujar Head of Syariah Banking CIMB Niaga, U Saefudin Noer, di Jakarta.

Seorang banker yang mengelola perbankan syariah memang dituntut untuk memahami nilai-nilai syariah. Namun demikian bukan berarti ia melupakan profesionalitas dalam bekerja sebagai seorang pegawai bank. Seorang pegawai dituntut harus lebih tahu tentang bank yang ia kelola, di samping juga menjadi seorang banker yang syariah.

Hal serupa juga diungkapkan oleh praktisi perbankan syariah, Syakir Sula. Profesionalisme tidak boleh dilupakan bagi seorang pegawai dalam bekerja, meskipun ia bekerja dengan tujuan jihad. SDM tidak hanya mampu shalat lima waktu atau menjalankan berbagai ibadah yang ada dalam ajaran agama saja, tetapi harus tetap meningkatkan profesionalisme. "Kedua hal tersebut harus dilakukan dengan seimbang," tutur Syakir.

Nilai-nilai keislaman mutlak dimiliki oleh SDM perusahaan syariah. Ia harus memiliki akidah yang tidak menyimpang dari jalur syariah. Ketika ia menghadapi lingkungan yang tidak syariah, tutur Syakir, seorang pegawai tidak boleh keluar dari jalur syariah.

Fenomenanya saat ini banyak orang yang profesional namun tidak syariah. Di sini peranan penting pendidikan diperlukan untuk membangun tenaga-tenaga kerja yang profesional namun juga syariah. Pendidikan bisa diajarkan sejak dini, yaitu melalui pendidikan muatan lokal. Pendidikan tidak hanya memperkenalkan syariah sejak dini, namun juga menumbuhkan karakter syariah pada individu, yang akan terbawa ke dunia kerja.

Selain pendidikan formal, pendidikan nonformal juga mutlak dilakukan, yaitu seperti pelatihan dan pembinaan baik mengenai industri syariah maupun akhlak yang syariah. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan SDM yang profesional islami, kata syakir

Budaya syariah dan remunerasi

Budaya kerja yang menyenangkan dan nyaman akan membuat seorang pegawai bertahan lebih lama di sebuah perusahaan. Akhlak syariah tidak harus dipaksakan langsung sebelum si pegawai masuk ke industri syariah, namun bisa diarahkan perlahan melalui budaya kerja yang syariah.

Budaya syariah diterapkan di Bank Muamalat. Direktur Compliance and Risk Management Bank Muamalat, Andi Buchari, menuturkan sejak awal dibangun Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank yang dibangun dengan prinsip syariah. Nilai-nilai syariah sudah pasti diterapkan pada setiap kegiatan yang ada di dalamnya. "Kebijakan boleh berubah, namun spirit dan value perusahaan tidak," tegasnya.

Budaya ini dilakukan untuk hal-hal kecil, seperti doa pagi sebelum beraktivitas atau melakukan shalat berjamaah. Selain itu Bank Muamalat juga membudayakan kegiatan-kegiatan seperti shalat tahajud bersama setiap dua bulan sekali atau melakukan pengajian. Hal ini tidak lain untuk mempererat hubungan antarpegawai yang berujung pada produktifitas tinggi para pegawai.

Untuk membuat para pegawai lebih betah, remunerasi merupakan salah satu upaya yang cukup baik. Artinya, pegawai harus diberikan penghargaan atas kinerja yang telah ia upayakan dalam pekerjaannya.

Ketakutan perusahaan dalam memberikan bonus atau tunjangan pada para pegawai adalah nominalnya. Padahal menurut Direktur Utama PT Takaful Keluarga, Trihadi Deritanto, hal tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. "Yang penting adalah seberapa berani perusahaan untuk memberikan tunjangan tersebut, terlepas dari nominalnya," kata Trihadi.

Namun demikian remunerasi tidak diberikan begitu saja kepada pegawai. Setiap reward yang diberikan pada pegawai jumlahnya bergantung pada kinerja. Jangan sampai pegawai yang kerjanya biasa-biasa saja diberi reward sama besar dengan pegawai yang kinerjanya bagus. Trihadi mengungkapkan, penerapan syariah di sini adalah bagaimana berlaku adil terhadap remunerasi pegawai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement