REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) hanya akan mengabulkan aksi korporasi yang dilakukan Danamon bila Bank Indonesia (BI) telah memberikan restu. Hingga kini BI belum memberikan lampu hijau bagi Danamon untuk menjual sahamnya ke DBS.
Kepala Bapepam-LK, Nurhaida menyatakan, sebelum melakukan aksi korporasinya, Danamon harus memenuhi terlebih dahulu ketentuan yang berlaku dan harus diikuti. "Salah satunya mereka harus mendapatkan persetujuan dari regulator terkait terlebih dahulu. Jadi harus lihat ketentuan BI bagaimana," katanya, Senin (9/4).
Sebagai perusahaan terbuka, Danamon pun harus memenuhi aturan-aturan di pasar modal terkait merger yang akan dilakukan. Setelah semuanya dipatuhi, Bapepam baru bisa memberikan persetujuan.
Sebelumnya, DBS Group mengumumkan akan melakukan merger antara DBS Indonesia dan Bank Danamon. DBS masuk melalui pembelian saham Fullerton Financial Holdings Pte Ltd (FFH), anak usaha Temasek Holding Pte asal Singapura, yang mencapai Rp 45,2 triliun di Danamon. Jika rencana pembelian tersebut terlaksana, DBS akan memiliki hingga 67,37 persen dari total saham yang diterbitkan Bank Danamon.
Namun aksi korporasi ini, berpotensi tersandung aturan single presence policy (SPP) atau kepemilikan tunggal saham. Tak lain karena DBS telah memiliki bank yang telah beroperasi di Indonesia, yaitu DBS Indonesia. Aturan yang akan dikenakan dalam akuisisi tersebut masih akan menggunakan aturan lama yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang merger, konsolidasi, dan akuisisi bank.
Terkait hal ini, BI memanggil DBS Group Holding ltd Singapura untuk mengetahui motif pembelian saham tersebut. BI pun akan menemui otoritas pengawas lembaga keuangan Singapura. Pertemuan tersebut diharapkan tidak hanya akan bisa meluruskan masalah merger kedua bank, namun lebih luas lagi menyoal aturan resiprokal pendirian bank.