REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rencana akuisisi Bank Mutiara oleh Yawadwipa Group of Companies sebesar Rp 6,7 triliun dinilai berlebihan. Analis pasar modal dari Waterfront Securities Oktavianus Marbun menilai jika tawaran terhadap bank yang dahulunya bernama Century ini 10 persen di atas harga pembelian wajarnya tak masalah.
"Namun jika di atas 50 persen, secara manajemen saya juga merasa sedikit aneh," kata Okta ketika dihubungi Republika, Rabu (4/4). Seperti diketahui, harga wajar Bank Mutiara menurut prediksi analis dan pengamat perbankan sekitar tiga triliun rupiah hingga Rp 3,5 triliun. Apalagi, Bank Mutiara memiliki catatan kurang bagus di masa lalu, maka butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan investor.
Dihubungi terpisah, analis Indopremier Ikhsan Binarto juga menilai pembelian Bank Mutiara untuk saat ini semestinya di bawah angka Rp 6,7 triliun. "Mestinya begitu, dari penawaran Yawadwipa ini terlalu premium," ujarnya kepada Republika.
Namun, Ikhsan tak mempermasalahkan selama ada investor yang bersedia mengakuisisi bank tersebut. Alasan lain yang memungkinkan investor seperti Yawadwipa berani mengambil keputusan besar, menurutnya, adalah melihat peluang penjualan ke depannya. Mungkin saja, dua tahun hingga sepuluh tahun ke depan penjualan Bank Mutiara mampu mencapai Rp 15 triliun.
Yawadwipa merupakan investor asing dari Singapura. Rencana Yawadwipa mengakuisisi Bank Mutiara mengingatkan kita pada skema sama yang dilakukan DBS Group Holding yang juga berasal dari Singapura terhadap saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk.