Selasa 27 Mar 2012 12:45 WIB

BBM Murah tak Cocok untuk Indonesia, Ini Alasan Wamen ESDM

BBM Subsidi
BBM Subsidi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia dipandang tidak tepat memakai kebijakan harga bahan bakar minyak yang murah. "Sebagai negara 'net importer' minyak dan cadangan terbukti minyaknya juga sedikit, tidak bijaksana kalau mengikuti harga BBM murah seperti di negara-negara yang cadangan minyaknya melimpah," kata Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo  di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kebijakan harga BBM murah telah menyebabkan dana pemerintah terkuras untuk subsidi harga BBM. Kondisi itu juga memicu ketergantungan terhadap BBM yang berkelanjutan, impor minyak mentah dan BBM yang makin membesar, serta makin sulitnya energi lain berkembang.

Ia mengatakan, pada 2011 Indonesia memproduksi minyak sebesar 329 juta barel, mengekspor minyak mentah 132 juta barel, mengimpor minyak mentah 99 juta barel dan BBM 182 juta barel, serta mengkonsumsi BBM 479 juta barel.

"Secara total, Indonesia defisit sebesar 150 juta barel," ujarnya.

Cadangan terbukti minyak Indonesia, lanjutnya, juga hanya 3,7 miliar barel atau 0,3 persen cadangan terbukti dunia.

"Indonesia adalah negara yang tidak kaya minyak. Kita lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (coal bed methane), gas 'shale', panas bumi, air, dan BBN (bahan bakar nabati)," katanya.

Menurut dia, kebijakan BBM murah hanya cocok diterapkan di negara-negara yang cadangan minyaknya melimpah seperti Arab Saudi, Irak, Lybia, dan Venezuela.

Bahkan, tambahnya, harga bensin di Iran yang mempunyai cadangan minyak 138 miliar barel, mencapai 0,67 dolar per liter atau lebih mahal dibandingkan Indonesia yang 0,59 dolar per liter dengan cadangannya hanya 3,7 miliar barel.

"Harga BBM di Iran mahal, karena mereka mengutamakan gas untuk transportasi, rumah tangga dan listrik," katanya. Iran mempunyai cadangan terbukti gas nomor dua di dunia yaitu 982 triliun kaki kubik sesudah Rusia, sedangkan Indonesia hanya 112 TCF.

Sementara, Widjajono mengatakan, negara-negara Amerika Latin yang antineolib seperti Brasil, Argentina, dan Cili, tidak menyubsisi BBM-nya, sehingga BBN dan industri nasional seperti mobil, pesawat, senjata, serta pertaniannya berkembang.

"Di India, Pakistan, China, dan Vietnam juga tidak ada subsidi BBM, tetapi transportasi umumnya disubsidi, sehingga nyaman dan industri nasionalnya meningkat pesat," katanya. China, menurut dia, menggunakan gas dan listrik untuk transporasi umum, serta sepeda motornya juga menggunakan listrik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement