Senin 27 Feb 2012 19:43 WIB

Sektor Ritel Kebal Ekonomi Global

Rep: fitria andayani/ Red: M Irwan Ariefyanto
 Konsumen membeli token PLN Prabayar di kasir Alfamart.
Foto: Dok. Alfamart
Konsumen membeli token PLN Prabayar di kasir Alfamart.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA –  Perlambatan ekonomi global membuat sejumlah sektor bisnis terganggu. Namun bisnis yang melayani konsumer ritel diperkirakan akan tetap tumbuh. Pengamat ekonomi, Fauzi Ichsan menyatakan, industri otomotif, rokok, semen, telekomunikasi, jasa persewaan, farmasi, dan pengepakan diperkirakan akan kebal terhadap krisis. Tak lain karena industri tersebut melayani konsumer ritel secara langsung atau tidak langsung. “Sehingga pertumbuhannya ditopang pertumbuhan PDB dan suku bunga global yang rendah,” ujarnya.

 

Selain itu, pengekspor komoditas CPO, batubara, karet, dan coklat tahun ini juga akan menikmati keuntungan secara langsung oleh kenaikan harga komoditas global. Sementara sektor infrastruktur seperti, jalan tol, lisrik, pelabuhan, dan air bersih cukup potensial. Namun akan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. “Ini bagian dari paket kebijakan stimulus dan program infrastruktur pemerintah,” ujarnya.

Sektor pengekspor komoditas yang sarat regulasi, kerap menghadapi ketidakpastian hukum dan masalah otonomi daerah. MIsalnya komoditas minyak bumi, gas, dan pertambangan. “Sangat potensial namun terhambat oleh kurang kondusifnya iklim investasi domestik,” ujarnya.

Sedangkan industri pakaian jadi, tekstil, sepatu, mainan, dan elektronik hilir saat ini sedang surut. Dengan atau tanpa perdangangan bebas dengan Cina. Industri ini padat tenaga kerja dan saat ini persaingan semakin ketat. Produksi tekstil nasional harus bersaing dengan produk tekstil Cina, India, Vietnam, dan Kamboja.

Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution menyatakan, pemerintah harus meningkatkan industri dalam negeri. Kalau tidak akan terus terjadi defisit transaksi berjalan Indonesia. Hal ini sudah terlihat sejak kuartal keempat 2011. “Meskipun transaksi berjalan Indonesia sepanjang tahun lalu surplus, namun pada periode tersebut tarsaksinya defisit,” katanya.

Menurutnya, setiap negara yang transaksi berjalannya defisit harus berusaha sedemikian rupa untuk menarik lebih banyak investasi asing langsung masuk ke dalam negeri. Sehingga ekspor lebih tinggi dari impor. Saat ini, lanjutnya, kelemahan industri Indonesia terletak pada minimnya aktivitas industri bahan baku dan modal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement